Wednesday, September 9, 2015

Beberapa Dampak Negatif Otonomi Daerah di Indonesia

Konflik Antar Daerah Otonom

Otonomi luas ternyata melahirkan ketimpangan baru untuk daerah surplus dan daerah minus. yang mempunyai pendapatan asli daerah yang rendah dan tinggi. Ketimpangan itu sangat terasa untuk masyarakat di daerah-daerah yang berbatasan, misalnya Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Kalimantan Timur yang surplus dapat memberikan subsidi yang besar untuk desa-desa di wilayahnya. Tetapi tetangga mereka Kalimantan Tengah misalnya, justru kesulitan dana untuk memenuhi anggaran rutin mereka.

Pemekaran Wilayah pada Era Otonomi Daerah

Begitu Orde Baru tumbang, semangat otonomi marak. Pemekaran wilayah merebak dari Sabang sampai Merauke. Pertambahan jumlah kabupaten ataukota  menjadi sangat dinamis. Perubahannya dalam hitungan bulan. Sejak tahun 1976 sampai 1998 peta Indonesia tidak berubah dari 27 provinsi. Perubahan kecil terjadi di tingkat kabupaten/kota dari 300 menjadi 314. Dalam era reformasi ini komposisi jumlah provinsi dan kabupaten mengalami perubahan yang cepat.

Pemekaran wilayah dimungkinkan oleh UU No. 22 tahun 1999 atau UU No. 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam kurun tahun 1999 hingga april 2002 terdapat 57 kabupaten dan 25kota  baru sebagai hasil pembentukan yang terjadi di 58 kabupaten induk dari 20 provinsi. Pembentukan daerah baru paling banyak terjadi dalam tahun 1999. Ini diperlihatkan dengan disahkannya 19 undang-undang yang mengatur pembentukan 34 kabupaten dan sembilan kota.

Motif di balik pemekaran daerah inimacam -macam. Selain untuk menyejahterakan rakyat, beberapa daerah dimekarkan sebab tuntutan sejarah. Pemekaran wilayah di Bangka dan Belitung, Maluku, Nusa Tenggara Barat, serta Sulawesi Tenggara dan Kepulauan Riau menuntut pemekaran sebab merasa pembangunan di daerahnya terhambat.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...