Sunday, November 27, 2016

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sudah beberapa kali mengalami perubahan nama, mulai dari Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Kewarganegaraan (KWN) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), sekarang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dan jika kurikulum yang baru diberlakukan tahun 2015 akan kembali kepada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melakukan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, cerdas dan terampil menurut Helmi Hasan (2004) bahwa Civic Education itu adalah pembelajaran, dimana guru dan murid harus mampu mengawasi kebijkan pemerintah. Sementara itu menurut Yulinar Nur (2004) melihat ada tiga kompetensi yang wajib diperhatikan guru dalam PPKn yang mampu mengotrol kebijakan pemerintah, yaitu (1), peserta didik mampu berpikir kritis, rasional dan kreatif, dalam merespon isu-isu Kewarganegaraan, (2), peserta didik mampu berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan (3), peserta didik mampu membentuk diri berdasakan kepada karakter-karakter positif masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang demokratis.

Sebagai mana lazimnya semua mata pelajaran, mata pelajaran PPKn mempunyai visi, misi, tujuan dan ruang lingkup isi, visi mata pelajaran PPKn adalah terwujudnya suatu pelajaran yang berfungsi sebagai fasilitas pembinaan watak bangsa (Nation and Character Building) dan pemberdayaan warga negara. Adapun misi pelajaran PPKn adalah membentuk warga negara baik, yakni warga negara yang sanggup melakukan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara sesuai dengan UUD 1945, sementara tujuan PKn adalah (1), peserta didik mempunyai kemampuan berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif sehingga mampu memahami bermacam-macam wacana kewarganegaraan, (2), peserta didik mempunyai keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab, (3), peserta didik mempunyai watak dan kepribadian baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


Sejalan dengan tujuan PPKn, aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam Pembelajaran PPKn mencakup Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge) yang menyangkut bermacam-macam teori dan konsep politik, hukum, dan moral, Keterampilan Kewarganegaraan (civic sklils), meliputi keterempilan intelektual (Intelectual Skills ), keterampilan berpartisipasi (Paticipatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karakter Kewarganegaraan (civic disposition ) ini adalah dimensi yang paling substansif dan essensial dalam pembelajaran PKn, sebab dengan menguasai pengetahuan kewarganegaraan dan keterampilan kewarganegaraan akan membentuk watak/karakter, sikap dan kebiasaan hidup sehari-hari yang mencerminkan warga negara baik. Misalnya, religius, jujur, adil, demokratis, menghargai perbedaan, menghormati hukum, menghormati HAM, mempunyai semangat kebangsaan yang kuat, rela berkorban dan sebagainya.

Kewarganegaraan
Kewarganegaraan adalah keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak mempunyai paspor dari negara yang dianggotainya.

Kewarganegaraan adalah bagian dari konsep kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, sebab keduanya juga adalah satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, sebab masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda untuk warganya.

Kewarganegaraan mempunyai kemiripan dengan kebangsaan (bahasa Inggris: nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk mempunyai kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum adalah subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa mempunyai hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk mempunyai hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.

Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan mempunyai implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya untuk perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan bermacam-macam kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (bahasa Inggris: Civics) yang diberikan di sekolah-sekolah.
Seperti yang kita ketahui, setiap suatu bangsa memiliki sejarah perjuangan dari para orang-orang terdahulu yang dinama terdapat banyak nilai-nilai nasionalis, patriolis dan lain sebagainya yang pada saat itu menempel erat pada setiap jiwa warga negaranya. Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang makin pesat, nilai-nilai itu makin lama makin hilang dari diri seseorang di dalam suatu bangsa, oleh sebab itu perlu adanya pembelajaran untuk mempertahankan nilai-nilai itu agar terus menyatu dalam setiap warga negara agar setip warga negara tahu hak dan kewajiban dalam menjalankan kehidupan berbangasa dan bernegara.

Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai hak dan kewajinan suatu warga negara agar setiap hal yang di kerjakan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa dan tidak melenceng dari apa yang di harapkan. Karena di nilai penting, pendidikan ini sudah di terapkan sejak usia dini di setiap jejang pendidikan mulai dari yang paling dini hingga pada perguruan tinggi agar menghasikan penerus –penerus bangsa yang berompeten dan siap menjalankan hidup berbangsa dan bernegara.
Pancasila adalah Ideologi dasar Negara Indonesia, yang digunakan untuk menjadi dasar Negara Indonesia dan pandangan hidup. Nama ini terdiri atas dua kata dari Sanskerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila adalah rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara untuk seluruh rakyat Indonesia.

Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia, dan tertulis pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Tujuan Pendidikan kewarganegaraan
Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa yang sedang dan mengkaji dan akan menguasai imu pengetahuaan dan teknologi serta seni.
Selain itu juga memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas manusia indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai perilaku yang:
  • Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa serta menghayati nilai-nilai falsafah bangsa.
  • Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masnyarakat berbangsa dan bernegara.
  • Rasional, dinamis, dan sabar akan hak dan kewajiban warga negara.
  • Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
  • Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui pendidikan Kewarganegaraan , warga negara Republik indonesia diharapkan mampu “memahami”, menganalisa, dan menjawab masalah-masalah yang di hadapi oleh masyarakat , bangsa dan negaranya secra konsisten dan berkesinambungan dalam cita-cita dan tujuan nasional seperti yang di gariskan dalam pembukaan UUD 1945.

Dari penjelasan di atas dapat di ambil kesimpulan akan pentingnya suatu pendidikan berbangsa dan bernegara agar terciptanya keseibangan antara hak dan kewajiban untuk setiap warga negra dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan berbegara . Dan menjadi suatu penjelasan, bahwa sesuatu hal yang mungkin sebagian besar orang menganggapnya tidak penting pada hakikatnya mempunyai peranan yang menentukan kelangsungan hidup kita di masa yang akan datang. Dan perlu kita ketahui dan pahami saat hal itu terjadi, maka ketahuilah bahwa nilai-nilia terkandung dari hal itu sudah mulai menghilang dari diri kita,dan perlu kita pelajari kembali.

Monday, November 21, 2016

Pokok-Pokok Sistem Pemerintahan Indonesia

Pengertian sistem pemerintahan secara bahasa atau istilah adalah seperti berikut ini:
  • Istilah kata sistem pemerintahan adalah gabungan dari dua kata sistem dan pemerintahan.
  • Kata sistem adalah terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti tatanan, cara, jaringan, atau susunan.
  • Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti: a. Perintah adalah perkataan yang berarti menyuruh melaksanakan sesuatau b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara. c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah. Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
  • Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri dari berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.
Masalah demokrasi di Indonesia diatur dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan Trias Politica sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, melainkan menganut sistem pembagian kekuasaan. Hal itu disebabkan berbagai hal berikut.
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu wajib dilakukan suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membatasi kekuasaan terbagi atas 3 bagian saja dan tidak juga membatasi kekuasaan dilakukan 3 bagian saja.
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, Pasal 1 Ayat (2), kepada lembaga-lembaga negara lainnya.
Pokok-Pokok Sistem Pemerintahan Indonesia

Pokok-Pokok Sistem Pemerintahan Indonesia

  • Pokok-pokok Sistem Pemerintahan Indonesia sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah sebagai berikut.
  • Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara Indonesia terbagi dalam beberapa provinsi.
  • Bentuk pemerintahan adalah republik dan sistem pemerintahan adalah presidensial.
  • Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.
  • Menteri-menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab pada presiden.
  • Parlemen terdiri dari 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD adalah anggota MPR. DPR terdiri dari para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan. DPR mempunyai kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
  • Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan badan peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.
  • Sistem pemerintahan negara Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diamandemen pada dasarnya masih menganut Sistem Pemerintahan Presidensial. Hal ini dibuktikan bahwa Presiden Republik Indonesia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab pada parlemen.


Pengertian, Tingkatan dan Contoh Norma Sosial

Pengertian Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan ketentuan sosial yang sudah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.

Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tertulis dalam norma itu, akan memperoleh hukuman. Misalnya, untuk murid yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, untuk murid yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.

Norma adalah hasil bikinan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, ketentuan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.

Tingkatan norma sosial


a. Cara
Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus. Cara (usage) adalah norma yang paling lemah daya pengikatnya sebab orang yang melanggar hanya memperoleh sanksi dari masyarakat berupa cemoohan atau ejekan saja. Cara atau usage menunjuk pada suatu perbuatan yang berkaitan dengan hubungan antarindividu dalam masyarakat. Sebagai contoh, saat sedang makan orang yang bersendawa atau mengeluarkan bunyi tertentu sebagai tanda kenyang. Tindakan itu untuk masyarakat tertentu dianggap tidak sopan. Sanksi pada tindakan ini berupa sikap tersinggung dan cemoohan.

Contoh Norma Sosial Cara :

  • cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.
  • cara menasehati orang yang lebih tua


b. Kebiasaan (folkways)
Kebiasaan adalah suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Kebiasaan (folkways) adalah suatu ketentuan dengan kekuatan mengikat yang lebih kuat daripada usage sebab kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi bukti bahwa orang yang melakukannya menyukai dan menyadari perbuatannya. Kebiasaan ini apabila dilakukan sebagian besar anggota masyarakat disebut dengan tradisi dan menjadi identitas atau ciri masyarakat yang bersangkutan.
Pengertian dan Contoh Norma Sosial

Contoh Norma Sosial Kebiasaan :

  • Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan
  • memakai busana yang bagus pada waktu pesta.
  • menghormati dan mematuhi orang yang lebih tua.
  • Kebiasaan menggunakan tangan kanan apabila hendak memberikan sesuatu kepada orang lain.
  • Kebiasaan mengunjungi kerabat yang lebih tua pada hari raya keagamaan.


c. Tata kelakuan (mores)
Tata Kelakuan (mores) adalah ketentuan yang sudah diterima masyarakat dan dijadikan perangkat pengawas atau kontrol, secara sadar atau tidak sadar, oleh masyarakat kepada anggota-anggotanya. Tata kelakuan mengharuskan atau melarang anggota masyarakat untuk menyesuaikan tindakan pada apa yang berlaku. Pelanggaran pada tata kelakuan akan diberi sanksi berat seperti diarak di depan umum atau bahkan dirajam. Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat pada anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan.

Contoh Norma Sosial Tata Kelakuan:

  • Larangan melaksanakan pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.
  • Larangan buang air kecil di sembarang tempat.
  • Larangan berzina


d. Adat istiadat (custom)
Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya sebab bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat pada masyarakat yang memilikinya.

Contoh Norma Sosial Adat Istiadat

  • Pelanggaran pada tata cara pembagian harta warisan
  • Pelanggaran pada pelaksanaan upacara-ucapara tradisional


e. Hukum (Law)
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Hukum mempunyai tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat.

Contoh Norma Sosial Hukum

  • Mematuhi rambu-rambu lalu lintas
  • Dilarang mencuri


Fungsi dan Peranan Norma Sosial

Norma mempunyai beberapa fungsi dan peranannya dalam kehidupan masyarakat antara lain sebagai berikut.

  • Sebagai pedoman hidup untuk seluruh masyarkat di wilayah tertentu
  • Memberikan stabilitas dan keteraturan dalam kehidupan warga masyarkat
  • Menciptakan kondisi dengan susanan yang tertip dalam masyarakat
  • Wujud konkret pada nilai-nilai di masyarakat
  • Mengikat seluruh warga masyarkat, sebab disertai dengan sanksi dan ketentuan tegas untuk yang melanggar
  • Merupakan standar atau skala dari seluruh kategori tingkah laku suatu masyarkat



Sunday, November 20, 2016

Pengertian Ketahanan Nasional Bangsa Indonesia

Pengertian ketahanan nasional adalah kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman yang datang, jadi ketahanan nasional sangatlah penting bagi Negara, berfungsi sebagai pengokoh Negara yang bersatu dalam menghadapi segala ancaman secara langsung ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Dalam perjuangan mencapai cita-cita/tujuan nasionalnya bangsa Indonesia tidak terlepas dari bermacam-macam ancaman-ancaman yang kadang-kadang membahayakan keselamatannya. Cara agar dapat menghadapi ancaman-ancaman itu, bangsa Indonesia wajib memiliki kemampuan, keuletan, dan daya tahan yang dinamakan ketahanan nasional.

Kondisi atau situasi dan juga bisa dikatakan sikon bangsa kita ini selalu berubah-ubah tidak statik. Ancaman yang dihadapi tidak juga sama, baik jenisnya atau besarnya. Karena itu ketahanan nasional wajib selalu dibina dan ditingkatkan, sesuai dengan kondisi serta ancaman yang akan dihadapi. Inilah yang disebut dengan sifat dinamika pada ketahanan nasional. Kata ketahanan nasional sudah sering kita dengar disurat kabar atau sumber-sumber lainnya. Mungkin juga kita sudah mendapat gambarannya.

Untuk mengetahui ketahanan nasional, sebelumnya kita sudah tau arti dari wawasan nusantara. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamik yang dimiliki suatu bangsa, yang didalamnya terkandung keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan kekuatan nasional.

Kekuatan ini diperlukan untuk mengatasi segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang langsung atau tidak langsung akan membahayakan kesatuan, keberadaan, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara. Bisa jadi ancaman-ancaman itu dari dalam ataupun dari luar.

Sejarah Lahirnya Ketahanan nasional

Konsepsi Ketahanan Nasional mempunyai latar belakang sejarah kelahirannya di Indonesia. Gagasan mengenai ketahanan nasional bermula pada awal tahun 1960-an pada kalangan militer angkatan darat dari SSKAD, sekarang SESKOAD. Masa itu adalah sedang meluasnya pengaruh komunisme seperti Laos, Vietnam dan sebagainya yang meluas sampai ke Indonesia?
Pengertian Ketahanan Nasional Bangsa Indonesia

Dalam pemikiran Lembanas tahun 1968 itu sudah ada kemajuan konsep tual berupa ditemukannya unsur-unsur dari tata kehidupan asional yang berupa ideologi politik, dari tinggalnya konsep kekuatan, walaupun dalam ketahanan nasional sendiri terdapat konsep kekuatan.

Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia

Ketahanan nasional (tannas) Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan , baik yang datang dari dalam atau luar untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasional.

Ketahanan nasional adalah kondisi kehidupan nasional yang wajib diwujudkan, dibina terus menerus dan sinergis, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional bermodalkan keuletan dan ketangguhan yan mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional. Proses berkelanjutan untuk mewujudkan kondisi itu dilakukan berdasar pemikiran geostrategic yang dirancang dengan memerhatikan kondisi bangsa dan konstelasi georafi Indonesia.

Konsepsi ketahanan nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam selurh aspek kehidupan secara utuh dan menyelurh serta terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan wawasan nusantara. Konsepsi ini adalah pedoman untuk meningkatkan keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan.

Hakikat Ketahanan Nasional dan Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia

  • Hakikat Ketahanan Nasional adalah keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa.
  • Hakikat konsepsi Ketahanan Nasional adalah pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi, selaras dalam seluruh aspek kehidupan nasional

Asas – asas Ketahanan Nasional Indonesia

Asas Ketahanan Nasional Indonesia adalah tata laku berdasarkan nilai Pancasila, UUD1945, dan Wawasan Nusantara, yang terdiri dari:

1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan keamanan dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan kebutuhan manusia yang rnendasar dan esensial. Dengan demikian, kesejahteraan dan keamanan merupakan asas dalam sistem kehidupan nasional.

Tanpa kesejahteraan dan keamanan, sistem kehidupan nasional tidak akan dapat berlangsung. Kesejahteraan dan keamanan merupakan nilai intrinsik yang ada pada sistem kehidupan nasional itu sendiri. Kesejahteraan maupun keamanan harus selalu ada, berdampingan pada kondisi apa pun. Dalam kehidupan nasional, tingkat kesejahteraan dan keamanan nasional yang dicapai merupakan tolok ukur Ketahanan Nasional.

2. Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu
Sistem kehidupan nasional mencakup segenap aspek kehidupan bangsa dalam bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi, dan selaras pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ketahanan Nasional mencakup ketahanan segenap aspekekehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh, dan terpadu (komprehensif integral).

3. Asas Mawas ke Dalam dan Mawas ke Luar
Sistem kehidupan nasional merupakan perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa yang saling berinteraksi. Di samping itu, sistem kehidupan nasional juga berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya. Dalam proses interaksi tersebut dapat timbul berbagai dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif. Untuk itu diperlukan sikap mawas ke dalam maupun ke luar.

Mawas ke dalam bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat, dan kondisi kehidupan nasional itu sendiri berdasarkan nilai-nilai kemandirian yang proporsional untuk meningkatkan kualitas derajat kemandirian bangsa yang ulet dan tangguh. Hal ini tidak berarti bahwa Ketahanan Nasional mengandung sikap isolasi atau nasionalisme sempit.

Mawas ke Luar Mawas ke luar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan berperan serta mengatasi dampak lingkungan strategis luar negeri dan menerima kenyataan adanya interaksi dan ketergantungan dengan dunia internasional. Kehidupan nasional harus mampu mengembangkan kekuatan nasional untuk memberikan dampak ke luar dalam bentuk daya tangkal dan daya tawar. Interaksi dengan pihak lain diutamakan dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.

4. Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan, kebersamaan, kesamaan, gotong royong, tenggang rasa, dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Asas ini mengakui adanya perbedaan. Perbedaan tersebut harus dikembangkan secara serasi dalam hubungan kemitraan agar tidak berkembang menjadi konflik yang bersifat saling menghancurkan.

Sifat Ketahanan Nasional Indonesia

1. Mandiri
Ketahanan nasional bersifat percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri dengan keuletan dan ketangguhan yang mengandung prinsip tidak gampang menyerah serta bertumpu pada identitas, integritas dan kepribadian bangsa.

2. Dinamis
Ketahanan nasional tidaklah tetap melainkan dapat meningkat dan atau menurun bergantung pada situasi dan kondisi bangsa dan negara serta kondisi lingkungan strategisnya.

3. Wibawa
Makin tinggi tingkat ketahanan nasional Indonesia makin tinggi pula nilai kewibawaan nasional yang berarti makin tinggi tingkat daya tangkal yang dimiliki bangsa dan negara Indonesia.

4. Konsultasi dan kerjasama
Konsepsi ketahanan nasional Indonesia tidak mengedepankan sikap konfrontatif dan antagonis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik semata tetapi lebih pada sikap konsultatif dan kerjasama serta saling menghargai dengan mengandalkan pada kekuatan moral dan kepribadian bangsa.

Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional pada Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
1. Pengaruh Aspek Ideologi
Pengertian ideologi secara umur dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasangagasan, ide-ide, keyakinan-keyalanan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut: Bidang politik, Bidang sosial, Bidang kebudayaan dan Bidang keagamaan

Asas kerokhanian yang antara lain mempunyai ciri berikut :

  1. Mempunyai derajad yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
  2. Oleh sebab itu mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara. dikembangkan dan dilestarikan kepada generasi selanjutnya.


a. Ideologi Dunia
1. Liberalisme
Paham liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme yaitu mendasarkan pada rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi, materialisme yang meletakkan materi sebagai nilai tertinggi, empirisme (yang dapat ditangkap melalui indra manusia) serta individualisme yang meletakkan nilai dan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi dalam kehidupan masyarakat dan negara.

2. Komunisme
Bertolak belakang dengan individualisme kapitalilme, paham komunisme yang dicetuskan melalui pemikiran Karl Marx memandang bahwa hakikat kebebasan dan hak individu itu tidak ada. Ideologi komunisme mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa manusia pada hakiakatnya adalah adalah makhluk sosial saja. Manusia secara ontologis adalah sekumpulan relasi, sehingga yang absolut adalah komunitas dan bukannya individualisme. Hak milik pribadi tidak ada sebab ini akan menimbulkan kapitalisme yang pada gilirannya akan melaksanakan penindasan pada kaum proletar. Sehingga menurut komunisme dapat disimpulkan bahwa berkembangnya individualisme kapitalisme adalah sumber penderitaan rakyat terutama kaum miskin. Oleh sebab itu hak milik individual wajib diganti dengan hak milik kolektif, individualisme diganti sosialisme komunis. Oleh sebab tidak adanya hak individu maka sudah dapat dipastikan bahwa menutut komunisme, demokrasi individualis tidak ada yang ada adalah hak komunal. Demokrasi untuk seluruh masyarakat sebagai suatu komunitas bukannya individualitas.

3. Ideologi Keagamaan
Secara keseluruhan terdapat suatu ciri bahwa ideologi keagamaan senantiasa mendasarkan, pemikiran, cita-cita serta moralnya pada suatu ajarana agama tertentu. Gerakan-gerakan politik yang mendasarkan pada suatu ideology keagamaan lazinnya sebagai suatu reaksi atas ketidakadilan penindasan serta pemaksaan pada suatu bangsa, etnis ataupu kelompok yang mendasarkan pada suatu agama.

b. Ideologi Pancasila
Pancasila pada hakikatnya adalah suatu kesepakatan dan filosofis dan kesepakatan politis dari segenap elemen bangsa Indonesia dalam mendirikankan negara. Pancasila pada hakikatnya adalah suatu kontrak soaial seluruh elemen bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. Kausa finalis atau tujuan pokok dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara, sehingga konsekuensinya seluruh aspek dalam penyelenggaraan negara berasaskan sistem nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pancasila pada hakikatnya adalah suatu ideologi yang bersifat komprehensif, maknanya ideologi Pancasila bukan untuk dasar perjuanagan kelas tertentu, golongan tertentu atau kelompok primodial tertentu. Pancasila pada hakikatnyaadalah suatu ideologi untuk seluruh lapisan, golongan, kelompok dan seluruh elemen bangsa dalam mewujudkan citacita bersama dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi Pancasila secara ontologis berprinsip monopluralis atau majemuk tunggal yang berasal pada hakikat manusia baik sebagai individu dan makhluk sosial.

Dalam mewujudkan ketahanan nasional yang kuat, stabil, aman,tahan lama, serta bisa memberi kenyamanan kepada warga negara, maka wajib menggunakan strategi yang sangat terperinci. Khususnya dibidang politik. Politik dan strategi sangat berhubungan erat dalam tercapainya keamanan dan ketahanan suatu negara.

Apabila menyimak rumusan tentang konsepsi Ketahanan Nasional dalam GBHN itu, kita mengenal adanya tiga wujud atau wajah konsepsi Ketahanan Nasional, yaitu ;

1. Ketahanan nasional sebagai metode, tercermin dari rumusan pertama
2. Ketahanan nasional sebagai kondisi, tercermin dari rumusan kedua
3. Ketahanan nasional sebagai doktrin dasar nasional, tercermin dari rumusan ketiga

Rumusan pertama menunjuk Ketahanan Nasional sebagai suatu metode berfikir sekaligus sebagai suatu pendekatan, yaitu suatu pendekatan khas Ketahanan Nasional yang membedakannya dengan metoda-metoda berfikir lainnya. Dalam dunia akademis dikenal ada dua metoda berfikir, yakni metoda berfikir induktif dan deduktif. Metoda yang sama juga digunakan dalam Ketahanan Nasional, tetapi dengan tambahan bahwa seluruh bidang (gatra) dilihat dan dipertimbangkan secara utuh dan menyeluruh (komprehensif integral). Oleh sebab itu metoda berfikir Ketahanan Nasional juga disebut dengan metoda berfikir secara sistemik atau pemikiran kesisteman

Sebagai kondisi dinamis, Ketahanan Nasional mengacu kepada pengalaman empirik, maknanya pada keadaan nyata yang berkembang dalam masyarakat dan bisa diamati dengan panca indera manusia. Dalam hubungan ini yang menjadi fokus perhatian adalah adanya ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) di satu pihak, serta adanya keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan kekuatan dan kemampuan di pihak lain. Ketahanan Nasional sebagai kondisi amat bergantung dari unsur-unsur yang mendukungnya. Untuk itu kita akan mempelajari lebih lanjut tentang unsur-unsur yang mempengaruhi Ketahanan Nasional.

Ketahanan sebagai doktrin dasar nasional, menunjuk pada konsepsi pengaturan bernegara. Fokus perhatian diarahkan pada upaya menata hubungan antara aspek kesejahteraan dan keamanan dalam arti luas. Artinya, suatu bangsa dan negara akan mempunyai Ketahanan Nasional yang kuat dan kokoh jika bangsa itu mampu menata atau mengharmonikan kesejahteraan dan keamanan rakyatnya secara baik.

Dengan dimasukkannya Ketahanan Nasional ke dalam GBHN (dalam hal ini sebagai modal dasar pembangunan nasional) maka konsepsi Ketahanan Nasional sudah menjadi doktrin pelaksanaan pembangunan. Artinya, ia memberikan tuntunan dalam penerapan program-program pembangunan serta bagaimana memadukannya menjadi satu kesatuan yang bulat pada benang merah yang ditunjukkan oleh konsepsi Wawasan Nusantara. Di lain pihak, dilihat dari segi kepentingan pemeliharaan stabilitas maka Ketahanan Nasional berfungsi sebagai kekuatan penangkalan. Sebagai daya tangkal Ketahanan Nasional tetap relevan untuk masa sekarang atau nanti, sebab setelah berakhirnya Perang Dingin hakekat ancaman lebih banyak bergeser kearah non fisik, antara lain ; budaya dan kebangsaan (Edi Sudradjat, 1996: 1-2).

Inti dari ketahanan Indonesia pada dasarnya berada pada tataran “mentalitas” bangsa Indonesia dalam menghadapi dinamika masyarakat yang menuntut kompetisi di segala bidang. Oleh sebab itu kita diharapkan agar mempunyai ketahanan yang benar-benar ulet dan tangguh, mengingat Ketahanan Nasional dewasa ini sangat dipengaruhi oleh kondisi ketidakadilan sebagai “musuh bersama”. (Armaidy Armawi dalam Kapita Selekta, 2002: 90).

Konsep ketahanan juga bukan hanya Ketahanan Nasional sematamata, tetapi juga adalah suatu konsepsi yang berlapis atau Ketahanan Berlapis. Artinya, juga sebagai ketahanan individu, ketahanan keluarga, ketahanan daerah, ketahanan regional dan ketahanan nasional (Chaidir Basrie dalam Kapita Selekta, 2002:59). Selain itu “ketahanan” juga mencakup bermacam-macam ragam aspek kehidupan atau bidang dalam pembangunan, misalnya ketahanan pangan, ketahanan energi dan lain-lain.

Perlu diketahui bahwa saat ini Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai dokumen perencanaan pembangunaan nasional tidak lagi digunakan. Sebagai penggantinya adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang pada hekekatnya adalah penjabaran dari visi, misi dan program presiden terpilih. Misalnyam dokumen RPJMN 2010-2014 yang tertuang dalam Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2010. Pada dokumen itu tidak lagi ditemukan konsepsi Ketahanan Nasional. Kalau demikian, apakah konsepsi Ketahanan Nasional tidak lagi relevan untuk masa sekarang?

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa konsepsi Ketahanan Nasional tidak lagi dijadikan doktrin pembangunan nasional. Namun jika merujuk pada pendapat-pendapat sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa konsepsi Ketahanan Nasional sebagai kondisi dinamik bangsa yang ulet dan tangguh dalam menghadapi bermacam-macam ancaman masih tetap relevan untuk dijadikan kajian ilmiah. Hal ini dikarenakan bentuk ancaman di era modern semakin luas dan kompleks. Ancaman yang sifatnya non fisik dan non militer, cenderung meningkat dan secara masif amat mempengaruhi kondisi Ketahanan Nasional. Contohnya : musim kemarau yang panjang di suatu daerah akan mempengaruhi kondisi “ketahanan pangan” di daerah yang bersangkutan.

Dengan demikian penting untuk kita untuk mengetahui : dalam kondisi yang bagaimana suatu wilayah negara atau daerah mempunyai tingkat ketahanan tertentu. Tinggi rendahnya Ketahanan Nasional amat dipengaruhi oleh unsur-unsur ketahanan nasional itu sendiri.

Sumber : milalanasution.wordpress.com

Peranan BPUPKI dan PPKI dalam Perumusan Dasar Negara

Peranan BPUPKI dalam perumusan dasar negara Indonesia sangatlah penting, tidak hanya itu, BPUKPI juga berperan dalam persiapan kemerdekaan negara Indonesia. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan nama 独立準備調査会 Dokuritsu Junbii Chōsakai adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang. BPUKPI dibentuk bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito, yaitu pada tanggal 1 Maret 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan menolong proses kemerdekaan Indonesia. Anggoya BPUPKI berjumlah 62 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.

Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). BPUPKI sendiri bertugas untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan lalu membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari bermacam-macam etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.

Awal persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI

Saat kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.

BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat) ditolong Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak memiliki hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang maknanya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).

Selama BPUPKI berdiri, sudah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tidak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu adalah sebagai berikut :

Sidang resmi pertama BPUPKI

Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung itu adalah gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda" pada masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.

Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.

Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan tentang bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), lalu agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI wajib merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Siapa saja anggota BPUPKI yang mengusulkan rumusan dasar negara ? Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya mengenai dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut :


  1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan tentang rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
  2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan tentang rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang ia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
  3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan tentang rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang ia namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Gagasan tentang rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno itu lalu dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut ia bilamana diperlukan gagasan tentang rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila itu bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu adalah sila: “Gotong-Royong”, ini adalah adalah upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan tentang rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya itu adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI tentang dasar negara Republik Indonesia.

Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua


Naskah Asli "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter"
Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" itu di atas guna menggodok bermacam-macam masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang sudah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini adalah sebagai berikut :

  1. Ir. Soekarno (ketua)
  2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
  3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
  4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
  5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
  6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
  7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
  8. Haji Agus Salim (anggota)
  9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)


Sesudah melaksanakan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali berjumpa dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang lalu dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada saat itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Bagaimana bunyi rumusan dasar negara dalam naskah piagam jakarta ? Menurut dokumen itu, dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
  5. Keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.


Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.

Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tidak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tidak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas tentang rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang lalu dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

Sidang resmi kedua BPUPKI

Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 14 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas mengenai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :

  1. Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil)
  2. Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)
  3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
  4. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
  5. Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
  6. Haji Agus Salim (anggota)
  7. Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)


Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang itu.

Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan itu membahas tentang rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tertulis tiga masalah pokok yaitu :

  1. Pernyataan mengenai Indonesia Merdeka
  2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
  3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang lalu dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya meliputi :


  • Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
  • Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan,
  • Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik,
  • Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih,
  • Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.


Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar nyaris seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI tentang penerapan ketentuan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.

Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI

Persidangan resmi PPKI dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan sebab dianggap sudah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar untuk negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

Tugas "PPKI" ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan untuk negara Indonesia baru.

Anggota "PPKI" sendiri terdiri atas 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari bermacam-macam etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), adalah kota terbesar di negara Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong.

Pada saat "PPKI" terbentuk, harapan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya harapan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini adalah hanya adalah sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" adalah sebuah badan yang ada saat itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu untuk terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang adalah bergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi lalu akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana memperoleh tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "PPKI" wajib bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan harapan atau cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Peranan BPUPKI dan PPKI dalam Perumusan Dasar NegaraIr. Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik dan sudah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta

Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit sudah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang lalu diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik itu. Hasil perubahan yang lalu disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD '45 adalah :

  • Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
  • Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
  • Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
  • Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasar atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

"PPKI" sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru. Walaupun kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga bikinan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan itu, peran serta jasa badan ini sama sekali tidak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" sudah menjalankan tugas yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada akhirnya "PPKI" dapat meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat untuk negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.

Sumber : id.wikipedia.org
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...