Monday, October 26, 2015

Menumbuhkan Kesadaran Berkonstitusi

Mr. Moh. Yamin menyatakan dalam Sidang Pertama BPUPKI, “Rakyat Indonesia mesti memperoleh dasar negara yang berasal dari peradaban kebangsaan Indonesia; orang Timur pulang ke kebudayaan timur, ... kita tidak berniat, lalu akan meniru sesuatu susunan tata negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk yang beradab dan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya.”

Dengan kedalaman pemikiran serta kesadaran akan nilai kebangsaan, para pendiri negara menyepakati dasar negara Indonesia merdeka adalah Pancasila. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijadikan sebagai konstitusi negara dan hukum dasar negara. Tata penyelenggaraan negara dan bernegara mesti didasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai warga negara, sudah semestinya kalian memahami konstitusi negara. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya konstitusi untuk warga negara Indonesia wajib dimulai sejak muda. Pada bab ini, kalian akan mempelajari lebih jauh mengenai kesadaran berkonstitusi.

A. Perumusan dan Penetapan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


1. Perumusan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Tahukah kalian, apa itu konstitusi? Coba kalian baca pengertian konstitusi berikut ini. Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan bisa pula tidak tertulis yang juga disebut Konvensi. Undang-Undang Dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam negara. Undang-Undang Dasar biasanya mengatur mengenai pemegang kedaulatan, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan, dan bermacam-macam lembaga negara serta hak-hak rakyat.

Sesuai dengan rumusan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal itu dimaksud memuat paham konstitusionalisme. Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada konsititusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar adalah sumber hukum tertinggi yang menjadi pedoman dan norma hukum yang dijadikan sumber hukum untuk peraturan perundangan yang berada di bawahnya.

Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Republik Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan oleh PPKI pada hari Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari setelah Proklamasi.

Pembahasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan dalam sidang BPUPKI, sidang pertama pada 29 Mei-1 Juni 1945 lalu dilanjutkan pada sidang kedua pada 10-17 Juli 1945. Dalam sidang pertama dibahas mengenai dasar negara sedangkan pembahasan rancangan Undang- Undang Dasar dilakukan pada sidang yang kedua.

Pada sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, setelah dibuka oleh ketua dilanjutkan dengan pengumuman penambahan anggota baru, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Surio Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Kemudian Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia Kecil melaporkan hasil kerjanya, bahwa Panitia Kecil sudah menerima usulan-usulan mengenai Indonesia merdeka yang digolongkannya menjadi sembilan kelompok, yaitu: usulan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya, usulan tentang dasar negara, usulan mengenai unifikasi atau federasi, usulan mengenai bentuk negara dan kepala negara, usulan mengenai warga negara, usulan mengenai daerah, usulan mengenai agama dan negara, usulan mengenai pembelaan negara, dan usulan mengenai keuangan.

Ketika akan mengambil pemungutan suara untuk menentukan bentuk negara, para pendiri negara diliputi suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan religius sebagaimana tergambar dalam dialog berikut ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:125-127) “...

Anggota MOEZAKIR:
Saya mohon dari Tuan-tuan anggota sekalian! Oleh sebab kita menghadapi saat yang suci, baiklah kita mengheningkan cipta, supaya janganlah hati kita dipengaruhi oleh sesuatu hal yang tidak suci, tetapi dengan segala keikhlasan menghadapi keputusan mengenai bentuk negara yang akan didirikan, dengan hati yang murni, yang tidak terpengaruh oleh sesuatu maksud yang tidak suci. Oleh sebab itu, saya mohon kepada paduka Tuan-tuan sekalian, sukalah Tuan-tuan berdiri di hadapan hadirat Allah Subhanahuwataala untuk meminta doa.

Ketua RADJIMAN:
Menumbuhkan Kesadaran Berkonstitusi
Radjiman Wedyodiningrat
Usul itu kita turuti dan saya minta marilah kita mengheningkan cipta, supaya memperoleh pikiran yang suci dan murni dalam pemilihan.

Rapat meminta doa dengan pimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo yang membacakan Fatihah. Sesudah itu diadakan pemungutan suara.

Anggota DASAAD:
Tuan Ketua, kami sudah mengetahui, bahwa ada 64 stem. Yang memilih republik, ada 55 stem, kerajaan 6, lain-lain 2 dan belangko 1.

Ketua:
Saya mengucapkan terima kasih atas pekerjaan komisi. Anggota sekalian sudah mendengar, bahwa sudah dipilih oleh sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai yang kedua kali ini, yang melahirkan 64 stem, ialah yang 55 republik, 6 kerajaan, 1 belangko dan 2 lain-lain. Jadi, semuanya ada 64.
Sudah ada ketetapan dalam saat ini, nanti kita membuat pelaporan yang sejelas-jelasnya.

Anggota SOEKARNO:
Jadi, putusan Panitia itu republik?

Ketua RADJIMAN:
Sudah terang republik yang dipilih dengan suara terbanyak. Sekarang saya minta beristirahat.
....”

Semangat nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat nyata dalam perbincangan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 saat membahas masalah wilayah negara. Semangat itu, antara lain dikemukakan oleh beberapa tokoh di bawah ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:132-144).

Anggota MOEZAKIR:
.... Maka apabila bangsa Indonesia pada masa ini memiliki ketinggian kehendak dan kemauan, dan menjunjung tinggi apa yang angan-angankan, hendaklah sanggup pula mengakui bahwa tanah Melayu itu sebagian dari tanah air kita....tanah Papua itu pula menjadi sumber kekayaan kita. Janganlah sumber kekayaan, yang diwariskan oleh nenek moyang kita hilang dengan sia-sia belaka. Oleh sebab itu, saya setuju, bahwa dalam menentukan batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak....

Anggota YAMIN:
.... Soal lain pula berhubung dengan tanah Papua. Memang hal ini dalam ilmu pengetahuan, ethnologie, bahasa, geografie ada yang menyebutkan, bahwa pulau Papua tidak masuk tanah Indonesia.Tetapi faham ini hanyalah dilahirkan oleh orang-orang yang mengarang buku yang bersangkutan. Tetapi ada juga faham-faham lain yang mengatakan, bahwa seluruh pulau Papua masuk Indonesia. Perkataan “Indonesia” dibuat oleh orang yang memiliki faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi daerah Malaya dan Polinesia. Jadi, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk dalam daerah Indonesia. ...

Anggota ABDUL KAFFAR:
.... Dalam ilmu strategi alangkah besar untuk kedua-duanya untuk menjaga sisi masing-masing. Artinya kalau kita melihat batas kita di Timur, ke Pulau Timor, saya setuju sekali dengan anggota yang terhormat Muh Yamin, yaitu agar pulau itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak Indonesia baru, begitu pula Borneo Utara, di mana terletak Serawak, dan juga negara Papua bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan. ...

Anggota SOEMITRO KOLOPAKING:
.... Jikalau peperangan sudah berakhir dan kemenangan akhir sudah tercapai, kita dapat melengkapkan aturan-aturan itu menjadi aturan-aturan yang cocok dengan keadaan zaman pada saat itu, dengan permintaan Indonesia merdeka ialah seluas Indonesia-Belanda dahulu. Jikalau kemenangan akhir tercapai dan ada permintaan yang nyata dari Malaya Selatan, Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga ingin masuk dalam lingkungan kita, dengan senang hati mereka akan kita terima sebagai bangsa kita di dalam Indonesia merdeka.”

Dalam membahas masalah wilayah negara, masih tidak sedikit tokoh pendiri negara yang menyampaikan usulnya, seperti Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka adalah Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.

Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, setelah mendengarkan pandangan dan pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:

  1. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
  2. Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
  3. Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.

Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang yang antara lain menghasilkan kesepakatan:

  1. Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.
  2. Bentuk “Unitarisme”.
  3. Kepala Negara di tangan satu orang, yaitu Presiden.
  4. Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Supomo


Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas berbagai hal dan menyepakati antara lain ketentuan mengenai Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda “Pembicaraan mengenai pernyataan kemerdekaan”. Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan acara “Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno memberikan penjelasan naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan pada naskah Undang-Undang Dasar.

Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses penyusunan Undang-Undang Dasar (Sekretariat Negara Indonesia, 1995:264).

“Paduka Tuan Ketua! Undang-Undang Dasar negara mana pun tidak dapat dimengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita wajib mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, wajib diketahui keterangan-keterangannya dan juga wajib diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya. Undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar Undang-undang itu. Oleh sebab itu, segala pembicaraan dalam sidang ini yang tentang rancanganrancangan Undang-Undang Dasar ini sangat penting oleh sebab segala pembicaraan di sini menjadi material, menjadi bahan yang historis, bahan interpretasi untuk menerangkan apa maksudnya Undang-Undang Dasar ini.”

Naskah Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.

2. Penetapan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menggantikan BPUPKI, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945 melakukan sidang. Keputusan sidang PPKI adalah sebagai berikut.

  1. Mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
  3. Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.


Ir. Soekarno, sebagai Ketua PPKI, dalam sambutan pembukaan sidang dengan penuh harapan mengatakan sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:413).

“Saya minta lagi kepada Tuan-tuan sekalian, supaya misalnya tentang hal Undang-Undang Dasar, sedapat mungkin kita mengikuti garis-garis besar yang sudah dirancangkan oleh Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dalam sidangnya yang kedua. Perobahan yang penting-penting saja kita adakan dalam sidang kita sekarang ini. Urusan yang kecil-kecil hendaknya kita ke sampingkan, agar supaya kita sedapat mungkin pada hari ini pula sudah selesai dengan pekerjaan menyusun Undang-Undang Dasar dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.”

Harapan Soekarno di atas mendapatkan tanggapan yang sangat baik dari para anggota PPKI. Moh. Hatta yang memimpin jalannya pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar dapat menjalankan tugasnya dengan cepat. Proses pembahasan berlangsung dalam suasana yang penuh rasa kekeluargaan, tanggung jawab, teliti dan teliti, dan saling menghargai antaranggota. Pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar menghasilkan naskah Pembukaan dan Batang Tubuh. Undang-Undang Dasar ini dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui Berita Republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946, Penjelasan Undang-Undang Dasar menjadi bagian dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Suasana permufakatan dan kekeluargaan, serta kesederhanaan juga muncul pada saat pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI mencatat sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:445-446).

“Anggota OTTO ISKANDARDINATA:
Berhubung dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan Presiden ini diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri. (Tepuk tangan)

Ketua SOEKARNO:
Penetapan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
OTTO ISKANDARDINATA
Tuan-tuan banyak terima kasih atas kepercayaan Tuan-tuan dan dengan ini saya dipilih oleh Tuan-tuan sekalian dengan suara bulat menjadi Presiden Republik Indonesia. (Tepuk tangan). (Semua anggota berdiri dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan “Hidup Bung Karno” 3x)

Anggota OTTO ISKANDARDINATA:
Pun untuk memilih Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang baru ini dijalankan. Dan saya usulkan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara Indonesia. (Tepuk tangan) (Semua anggota berdiri dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan “Hidup Bung Hatta” 3x).”

B. Arti Penting UUD Negara Republik Indonesia untuk Bangsa dan Negara Indonesia

Setiap bangsa yang merdeka akan membentuk suatu pola kehidupan berkelompok yang dinamakan negara. Pola kehidupan kelompok dalam bernegara perlu diatur dalam suatu naskah. Naskah ketentuan hukum yang tertinggi dalam kehidupan Negara Republik Indonesia dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi pola dasar kehidupan bernegara di Indonesia. Semua peraturan perundang-undangan yang dibuat di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Semua peraturan perundangundangan yang dibuat di Indonesia wajib berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai warga negara Indonesia kita patuh pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepatuhan warga negara pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan mengarahkan kita pada kehidupan yang tertib dan teratur. Ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan bernegara akan memudahkan kita mencapai masyarakat yang sejahtera.

Sebaliknya bila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dipatuhi, maka kehidupan bernegara kita mengarah pada ketidakharmonisan. Akibatnya bisa terjadi perang saudara. Siapa yang dirugikan? Semua warga negara Indonesia. Karena hal itu dapat mengakibatkan tidak terwujudnya kesejahteraan. Bahkan mungkin bubarnya Negara Republik Indonesia. Marilah kita berkomitmen untuk melakukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

C. Peran Tokoh Perumus UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Tokoh bangsa dan pendiri negara Indonesia adalah putra terbaik bangsa yang mempunyai kemampuan dan visi ke depan untuk kebaikan bangsa Indonesia. Anggota BPUPKI adalah tokoh bangsa Indonesia dan orang-orang yang terpilih serta tepat mewakili kelompok dan masyarakatnya pada saat itu. Anggota BPUPKI sudah mewakili seluruh wilayah Indonesia, suku bangsa, golongan agama, dan pemikiran yang berkembang di masyarakat saat itu. Ada dua paham utama yang dimiliki pendiri negara dalam sidang BPUPKI, yaitu nasionalisme dan agama. Pendiri negara yang didasarkan pemikiran nasionalisme menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk adalah negara nasionalis atau negara kebangsaan, sedangkan golongan agama menginginkan didasarkan salah satu agama. Berbagai perbedaan di antara anggota BPUPKI dapat diatasi dengan sikap dan perilaku pendiri negara yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

BPUPKI melakukan sidang dengan semangat kebersamaan dan mengedepankan musyawarah dan mufakat. Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 menyatakan, “. . . Kita hendak mendirikan negara Indonesia, yang bisa semua wajib melakukannya. Semua buat semua!. . .” Dari pendapat Ir. Soekarno itu jelas terlihat bahwa para pendiri negara berperan sangat besar dalam mendirikan negara Indonesia, terlepas dari para pendiri negara itu mempunyai latar belakang suku dan agama yang berbeda.

Sidang BPUPKI dapat terlaksana secara musyawarah dan mufakat. Hal itu dapat kalian lihat dari pertanyaan Ketua BPUPKI, dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat dalam sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945, yaitu “Jadi, rancangan ini sudah diterima semuanya. Jadi, saya ulangi lagi, Undang-Undang Dasar ini kita terima dengan sebulat-bulatnya. Bagaimanakah Tuan-tuan? Untuk penyelesaiannya saya minta dengan hormat yang setuju yang menerima, berdiri. (saya lihat Tuan Yamin belum berdiri). Dengan suara bulat diterima Undang-Undang Dasar ini. Terima kasih Tuan-tuan”.

Pertanyaan dari ketua BPUPKI dan tanggapan dari seluruh anggota sidang BPUPKI menunjukkan bahwa para pendiri negara sudah mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan serta mengedepankan musyawarah mufakat dalam membuat keputusan mengenai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya adalah salah satu bukti cinta para pahlawan pada bangsa dan negara. Bukti cinta yang dilandasi semangat kebangsaan diwujudkan dengan pengorbanan jiwa dan raga segenap rakyat guna merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah.

Dalam Persidangan PPKI, para tokoh pendiri negara memperlihatkan kecerdasan, kecermatan, ketelitian, tanggung jawab, rasa kekeluargaan, toleransi, dan penuh dengan permufakatan dalam setiap pengambilan keputusan. Sikap patriotisme dan rasa kebangsaan antara lain dapat diketahui dalam pandangan dan pemikiran mereka yang tidak mau berkompromi dengan penjajah dan bangga sebagai bangsa yang baru merdeka.

Setelah kalian membaca peristiwa diatas, maka kalian secara berkelompok membuat bahan presentasi mengenai perumusan dan pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya presentasikan bahan itu di depan kelas. Apabila satu kelompok sedang mempresentasikan bahannya, kelompok yang lain menyimak dan memberi tanggapan.


Sumber : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas VII SMP/MTs Edisi Revisi

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...