Kumpulan Materi dan Artikel Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Friday, October 2, 2015
Contoh Makalah : Upaya Bela Negara
Kesadaran bela negara adalah satu hal yang esensial dan wajib dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia (WNI), sebagai wujud penunaian hak dan kewajibannya dalam upaya bela negara. Kesadaran bela negara menjadi modal dasar sekaligus kekuatan bangsa, dalam rangka menjaga keutuhan, kedaulatan serta kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengatur tentang Upaya Bela Negara yaitu ketentuan Pasal 27 Ayat (3): “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara,” dan Pasal 30 Ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Upaya bela negara wajib dilakukan dalam kerangka pembinaan kesadaran bela negara sebagai sebuah upaya untuk mewujudkan WNI yang memahami dan menghayati serta yakin untuk menunaikan hak dan kewajibannya. Bangsa Indonesia ingin pula mempunyai peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban demikian dapat dicapai apabila masyarakat dan bangsa kita juga adalah masyarakat dan bangsa baik (good society and nation), damai, adil dan sejahtera, sebagaimana yang telah diwasiatkan oleh para pendiri bangsa (founding fathers) dalam Pembukaan UUD 1945. Di sisi lain, bahwa UUD 1945 memberikan landasan serta arah dalam pengembangan sistem dan penyelenggaraan pertahanan negara. Substansi pertahanan negara yang terdapat dalam UUD 1945 diantaranya adalahpandangan bangsa Indonesia dalam melihatdiri dan lingkungannya, tujuan negara, sistem pertahanan negara, serta keterlibatan warga negara. Hal ini merefleksikan sikap bangsa Indonesia yang menentang segala bentuk penjajahan, yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian, keadilan dan kesejahteraan.
Selanjutnya, UUD 1945 menetapkan Sistem Pertahanan Negara (Sishanneg) yang menempatkan rakyat sebagai pemeran yang vital, dan pertahanan negara dilaksanakan dengan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Kemudian Sishankamrata dijabarkan dalam Sishanneg, menjadi Sishanneg yang bersifat semesta. Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan pada keutuhan bangsa dan negara.
Makna yang terkandung dalam Sishankamrata: “rakyat adalah yang utama dan dalam kesemestaan,” baik dalam semangat atau dalam mendayagunakan segenap kekuatan dan sumber daya nasional, untuk kepentingan pertahanan dalam membela eksistensi NKRI. Keikutsertaan rakyat dalam Sishanneg pada dasarnya adalah perwujudan dari hak dan kewajiban setiap warga Negara untuk ikut serta dalam usaha-usaha pertahanan negara. Keikutsertaan warga negara dalam pertahanan negara adalah wujud kehormatan warga negara untuk merefleksikan haknya. Keikutsertaan warga negara dalam upaya pertahanan negara dapat secara langsung, yakni menjadi prajurit sukarela Tentara Nasional Indonesia (TNI), tetapi dapat juga secara tidak langsung, yakni dalam profesinya masing-masing yang memberikan kontribusi pada pertahanan negara (termasuk pendidik), atau menjadi prajurit wajib.
Bela negara sesungguhnya adalah salah satu pembentuk jatidiri dan kepribadian bangsa Indonesia yang bertanggung jawab, sadar hak dan kewajiban sebagai warga negara, cinta tanah air, sehingga mampu menampilkan sikap dan perilaku patriotik dalam wujud bela negara. Jiwa patriotik demi bangsa dan negara yang tampil dalam sikap dan perilaku warga negara, yang sadar bela Negara adalah bangun kekuatan bela negara dalam Sishanneg.
Tentang Hakikat Pertahanan Negara.
Sejarah pertahanan negara, adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari penghayatan aspirasi perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan dan tujuan nasionalnya sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu: (1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) Memajukan kesejahteraan umum, (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) Ikut serta melakukan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pertahanan negara pada hakikatnya adalah segala upaya pertahanan yang bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat (survival of the nation and survival of the state). Sedangkan kesemestaan mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.
Upaya pertahanan yang bersifat semesta adalah model yang dikembangkan sebagai pilihan yang paling tepat untuk pertahanan Indonesia yang diselenggarakan dengan keyakinan pada kekuatan sendiri serta berdasar atas hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan negara. Meskipun Indonesia telah mencapai tingkat kemajuan yang cukup tinggi nantinya, model itu tetap menjadi pilihan strategis untuk dikembangkan, dengan menempatkan warga negara sebagai subjek pertahanan negara sesuai dengan perannya masing-masing.
Sistem Pertahanan Negara yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan, dan kewilayahan. Ciri kerakyatan mengandung makna bahwa orientasi pertahanan diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Ciri kesemestaan mengandung makna bahwa seluruh sumber daya nasional didayagunakan untuk upaya pertahanan. Sedangkan ciri kewilayahan mengandung makna bahwa gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara menyebar di seluruh wilayah NKRI, sesuai dengan kondisi geografi sebagai negara kepulauan.
Usaha untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan wilayah (territorial integrity) sesuatu negara sangat erat hubungannya dengan hak keberadaan suatu negara (the right of national or state existence) yang dijamin dalam hukum internasional. Oleh sebab itu, hak utama dari suatu negara adalah keutuhan (integrity) dari personalitasnya (kepribadian dan entitasnya) sebagai negara, sebab keberadaan suatu negara adalah kondisi yang sangat penting dari hak apa pun yang dituntut oleh negara itu.
Kemudian, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku, negara juga mempunyai hak sepenuhnya untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayahnya. Pemahaman arti hak keberadaan suatu negara termasuk hak untuk dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu, bahkan tindakan dengan resiko apapun, seperti tindakan refresif, apabila cara-cara melalui perundingan, penyelesaian secara hukum atau cara-cara damai lainnya memang tidak lagi dapat berhasil dilakukan. Tindakan semacam itu, adalah tindakan terakhir (the last resort) dapat saja dilakukan dalam rangka hak suatu negara untuk membela diri (the right to self defence), sebab adanya ancaman yang dapat mengancam kedaulatan, kemerdekaan dan keutuhan wilayahnya.
Negara mempunyai kedaulatan dan yurisdiksi sepenuhnya pada wilayahnya sebagai satu kesatuan yang menyeluruh. Dengan demikian, maka negara itu mempunyai hak penuh di dalam mempertahankan keutuhan wilayahnya dari segala ancaman, baik yang datangnya dari dalam atau dari luar. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa apa yang dilakukan kekuasaan negara atau yurisdiksinya pada berbagai wilayahnya itu adalah kelengkapan dan eksklusif. Dikatakan lengkap sebab negara itu dapat mempunyai akses pada semua wilayah negara itu, termasuk semua penduduk yang berada di wilayah itu tanpa memandang nasionalitasnya. Yurisdiksi negara pada wilayahnya yang bersifat eksklusif itu diartikan bahwa tidak ada fihak manapun termasuk negara lain yang mempunyai hak untuk memaksakan yurisdiksinya pada wilayah itu.
Dengan demikian, tanpa mengurangi prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku, wilayah suatu negara tidak bisa diganggu gugat (the inviolability of territories of states). Kewajiban untuk menghormati keutuhan wilayah sesuatu negara juga telah dicantumkan dalam Deklarasi Prinsip-prinsip tentang Hukum Internasional yang telah disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 24 Oktober 1970 (General Assembly Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Co-operation Among States in Accordance with the Charter of the United Nations). Istilah “keutuhan wilayah” ini juga telah dimasukkan sebagai prinsip tidak diganggugugatnya perbatasan antar negara (principle of inviolability of frontiers).
Di sisi lain, bangsa Indonesia menempati geografi yang luas dan pada posisi yang strategis (posisi silang) dengan jumlah penduduk yang besar, dan mempunyai sumber kekayaan alam yang berlimpah-ruah. Karena itu, dengan modal dasar pembangunan itu, Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi bangsa dan negara besar. Persepsi pada kemampuan dan kekuatan suatu bangsa dan negara dilakukan dengan mengamati faktor-faktor obyektif, yaitu hal-hal yang bersifat kongkret (tangible) atau berwujud fisik material serta faktor non-fisik (intangible). Dalam hidup bernegara, bangsa Indonesia telah mempunyai ideologi dan wawasan bangsa. Ideologi memberikan visi yang lebih luas, dengan memperhitungkan faktor non-fisik, yaitu kondisi mental psikologis atau kejiwaan. Dalam upaya mengadaptasi kondisi geografi, bangsa Indonesia secara politik menentukan bentuk negara sebagai NKRI, yang lalu dikenal sebagai Wawasan Nusantara.
Realisasi Wawasan Nusantara itu di satu pihak menjamin persatuan nasional, keutuhan wilayah nasional dan terlindunginya sumber-sumber kekayaan alam beserta eksploitasinya. Di pihak lain, realisasi itu wajib dapat menjadi bukti kapabilitas stratejik dalam bidang kesejahteraan, keamanan nasional (termasuk di dalamnya bidang pertahanan negara), dalam rangka menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa dan negara.
Kondisi ini menjadi penting, mengingat bangsa Indonesia sangat plural dan heterogen, jumlah penduduk yang besar dan tersebar luas membutuhkan ruang hidup (lebens raum) yang memadai. Kesadaran dan tuntutan akan ruang hidup ini, wajib diposisikan dalam konteks nasional, regional, atau global, dan wajib dicegah kecenderungan diposisikan dalam konteks lokal. Apabila yang terakhir ini terjadi, dalam arti beberapa bagian lokal tertentu secara bebas mengembangkan geopolitik masing-masing, maka bukan tidak mungkin NKRI akan mengalami ancaman disintegrasi. Oleh sebab itu, sekalipun seluruh rakyat dan penyelenggara negara serta segenap potensi bangsa telah berusaha menegakkan dan melestarikan NKRI, tentunya masih ada ancaman dan gangguan pada kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Maka negara kita memerlukan adanya Ketahanan Nasional yang tangguh dalam upaya menjamin kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa dan negara. Era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern khususnya teknologi informasi, komunikasi dan transportasi, dunia seakan-akan sudah menyatu menjadi kampung dunia (global vilage) tanpa mengenal batas negara. Kondisi itu berakibat pada aspek kehidupan bangsa dan negara yang dapat memengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak bangsa Indonesia. Era globaliasi akan membuka dan meluasnya hubungan antarnegara yang bersifat bilateral atau multilateral, memosisikan Indonesia untuk segera melaksanakan langkah- langkah konkret dalam pembangunan nasional, guna mengantisipasi dan merebut posisi pasar bebas sesuai keunggulan yang dimiliki. Kondisi itu akan sangat berpengaruh pada pola ancaman yang membahayakan kedaulatan NKRI yang semula bersifat konvensional (fisik) baik berasal dari dalam dan/atau luar negeri.
Ancaman yang bersifat multi-dimensional itu dapat berasal dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya atau permasalahan pertahanan dan keamanan. Upaya mengatasi ancaman itu menjadi tanggung jawab seluruh warga negara baik sipil atau militer. Oleh sebab itu, hubungan yang harmonis antara otoritas sipil dan militer dalam rangka penyelenggaraan pertahanan negara perlu lebih ditingkatkan.
Saat ini ancaman pada kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara dalam bentuk invasi atau agresi dari luar pada NKRI kecil kemungkinannya. Walaupun kemungkinan ancaman itu tetap ada, hal ini bisa dicermati saat muncul sengketa batas wilayah (delimitasi) Blok Ambalat di Kalimantan Timur dengan Malaysia yang sampai sekarang masih bermasalah. Sebaliknya, ancaman yang berasal dari dalam negeri mendominasi konflik yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Latar belakang konflik antara lain berasal dari konflik politik, sosial, pertentangan etnis, agama atau perebutan sumber kekayaan nasional dan masalah lokal lainnya. Contohnya konfrontasi fisik dengan menggunakan kekerasan senjata seperti terjadi di Aceh, Papua atau Maluku tidak terlepas dari isu-isu itu di atas. Di daerah itu muncul gerakan atau organisasi yang memiliki tujuan untuk memisahkan diri dari NKRI seperti Gerakan Aceh Merdeka di Nanggroe Aceh Darussalam, dan Organisasi Papua Merdeka di Papua, dan juga Republik Maluku Selatan.
Oleh sebab itu, Negara memerlukan pendekatan pertahanan yang komprehensif dalam menghadapi setiap ancaman dengan memadukan seluruh kekuatan bangsa, baik kekuatan militer atau nirmiliter. Keterpaduan kekuatan militer dan nirmiliter adalah pengejawantahan sistem pertahanan yang dianut bangsa Indonesia, yakni sistem pertahanan yang bersifat semesta. Upaya pertahanan negara adalah tanggung jawab dan kehormatan setiap warga negara Indonesia yang diselenggarakan melalui fungsi pemerintah.
Tentang Hakikat Ancaman.
Konstelasi geografi, sebagai Negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas, terbentang pada jalur lintasan dan transportasi internasional yang sangat strategis, berimplikasi pada munculnya peluang dan sekaligus tantangan geopolitik dan geostrategi yang besar dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah. Selain itu, seiring dengan globalisasi yang merambah berbagai aspek kehidupan, ancaman pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa juga semakin berkembang menjadi multi-dimensional. Untuk menghadapi ancaman yang multi-dimensional seperti dikemukakan di atas, penanganannya tidak hanya bertumpu pada kemampuan pertahanan yang berdimensi militer, tetapi juga melibatkan kemampuan pertahanan yang berdimensi nirmiliter sebagai perwujudan dari sistem pertahanan Negara yang bersifat semesta.
Berdasarkan sifat ancaman, hakikat ancaman digolongkan ke dalam ancaman militer dan ancaman nirmiliter.
1. Ancaman Militer.
Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berupa agresi/invasi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal. Agresi suatu negara yang dikategorikan mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa Indonesia mempunyai bentuk-bentuk mulai dari yang berskala paling besar sampai dengan yang terendah. Invasi adalah bentuk agresi yang berskala paling besar dengan menggunakan kekuatan militer bersenjata yang dikerahkan untuk menyerang dan menduduki wilayah Indonesia. Invasi berlangsung secara eskalatif, mulai dari kondisi politik yang terus memburuk, diikuti dengan persiapan-persiapan kekuatan militer dari negara yang akan melaksanakan invasi.
Bentuk lain dari ancaman militer yang peluang terjadinya cukup tinggi adalah tindakan pelanggaran wilayah (wilayah laut, ruang udara dan daratan) Indonesia oleh negara lain. Konsekuensi Indonesia yang mempunyai wilayah yang sangat luas dan terbuka berpotensi terjadinya pelanggaran wilayah. Ancaman militer dapat pula terjadi dalam bentuk pemberontakan bersenjata. Pemberontakan itu pada dasarnya adalah ancaman yang timbul dan dilakukan pihak-pihak tertentu di dalam negeri, tetapi pemberontakan bersenjata tidak jarang disokong oleh kekuatan asing, baik secara terbuka atau secara tertutup atau tersamar.
Pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Indonesia yang sah adalah bentuk ancaman militer yang dapat merongrong kewibawaan negara dan jalannya roda pemerintahan. Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia pernah mengalami sejumlah aksi pemberontakan bersenjata yang dilakukan gerakan radikal, seperti DI/TII, PRRI, Permesta, Kahar Muzakar, serta G-30-S/PKI. Beberapa sejumlah aksi pemberontakan bersenjata itu tidak hanya mengancam pemerintahan yang sah, tetapi juga mengancam tegaknya NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pemberontakan bersenjata sebagai bentuk ancaman pada NKRI dalam beberapa dasawarsa terakhir telah berkembang dalam bentuk gerakan separatisme yang pola perkembangannya, seperti api dalam sekam. Gerakan radikal di masa lalu, serta sisa- sisa G-30-S/PKI berhasil melaksanakan regenerasi dan telah bermetamorfosis ke dalam berbagai bentuk organisasi kemasyarakatan dengan memanfaatkan euphoria Reformasi untuk masuk ke segala lini dan elemen nasional. Kecenderungan itu memerlukan kecermatan dengan membangun suatu kewaspadaan nasional dari seluruh komponen bangsa Indonesia untuk mengikuti perkembangan regenerasi dan metamorfosis kelompokkelompok yang diuraikan di atas.
Indonesia mempunyai sejumlah objek vital nasional dan instalasi strategis yang rawan pada aksi sabotase, sehingga wajib dilindungi. Fungsi pertahanan negara ditujukan untuk memberikan perlindungan pada objek-objek vital nasional dan instalasi strategis dari setiap kemungkinan aksi sabotase dengan mempertinggi kewaspadaan yang didukung oleh teknologi yang mampu mendeteksi dan mencegah secara dini.
Pada abad modern dewasa ini, kegiatan spionase dilakukan agen-agen rahasia dalam mencari dan mendapatkan rahasia pertahanan negara dari negara lain. Kegiatan spionase dilakukan secara tertutup dengan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak mudah dideteksi. Kegiatan itu adalah bentuk ancaman militer yang memerlukan penanganan secara khusus dengan pendekatan kontra-spionase untuk melindungi kepentingan pertahanan dari kebocoran yang akan dimanfaatkan oleh pihak lawan. Aksi teror bersenjata adalah bentuk kegiatan terorisme yang mengancam keselamatan bangsa dengan menebarkan rasa ketakutan yang mendalam serta menimbulkan korban tanpa mengenal rasa perikemanusiaan. Sasaran aksi teror bersenjata dapat menimpa siapa saja, sehingga sulit diprediksi dan ditangani dengan cara-cara biasa. Perkembangan aksi teror bersenjata yang dilakukan teroris pada dasawarsa terakhir meningkat cukup pesat dengan mengikuti perkembangan politik, lingkungan strategis, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gangguan keamanan di laut dan udara adalah bentuk ancaman militer yang mengganggu stabilitas keamanan wilayah yurisdiksi nasional Indonesia. Kondisi geografi Indonesia dengan wilayah perairan serta wilayah udara Indonesia yang terbentang pada pelintasan transportasi dunia yang padat, baik transportasi maritim atau dirgantara, berimplikasi pada tingginya potensi gangguan ancaman keamanan laut dan udara.
Bentuk-bentuk gangguan keamanan di laut dan udara yang memperoleh prioritas perhatian dalam penyelenggaraan pertahanan Negara meliputi pembajakan atau perompakan, penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak atau bahan lain yang dapat membahayakan keselamatan bangsa, penangkapan ikan secara ilegal, atau pencurian kekayaan di laut, termasuk pencemaran lingkungan.
Konflik komunal pada dasarnya adalah gangguan keamanan dalam negeri yang terjadi antarkelompok masyarakat. Dalam skala yang besar konflik komunal dapat membahayakan keselamatan bangsa sehingga tidak dapat ditangani dengan cara-cara biasa dengan mengedepankan pendekatan penegakan hukum belaka dan ditujukan untuk mencegah merebaknya konflik yang dapat mengakibatkan risiko yang lebih besar.
2. Ancaman Nirmiliter.
Ancaman nirmiliter pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor nirmiliter yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dankeselamatan segenap bangsa. Ancaman nirmiliter dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan informasi, serta keselamatan umum.
a. Ancaman Berdimensi Ideologi.
Meskipun sistem politik internasional telah mengalami perubahan, terutama setelah keruntuhan Uni Soviet sehingga paham komunis semakin tidak populer lagi, untuk Indonesia yang pernah menjadi basis perjuangan kekuatan komunis, ancaman ideologi komunis masih tetap adalah bahaya laten yang wajib diperhitungkan. Di masa lalu, Indonesia menjadi salah satu basis komunis yang beberapa kali melaksanakan kudeta untuk menumbangkan pemerintahan dan berusaha mengganti ideology Pancasila dengan ideologi komunis. Walaupun ideologi komunis secara global tidak populer lagi, potensi ancaman berbasis ideology masih tetap diperhitungkan. Bentuk- bentuk baru dari ancaman ideologi yang berasal dari dalam atau dari luar negeri, yakni metamorfosis dari penganut paham komunis yang telah melebur ke dalam elemen-elemen masyarakat, sewaktu-waktu dapat mengancam Indonesia.
Usaha pihak-pihak tertentu melalui penulisan buku-buku sejarah dengan tidak mencantumkan peristiwa G-30-S/PKI dengan Dewan Revolusi, atau gerakan radikalisme yang brutal dan anarkis, memberikan indikasi bahwa ancaman ideologi masih potensial. Gerakan kelompok radikal sebagai salah satu ancaman nyata. Motif yang melatarbelakangi gerakan itu dapat berupa dalih agama, etnis, atau kepentingan rakyat. Pada saat ini masih terdapat anasir-anasir radikalisme yang menggunakan atribut keagamaan berusaha mendirikan negara dengan ideologi lain, seperti yang dilakukan kelompok NII (Negara Islam Indonesia). Bagi Indonesia keberadaan kelompok itu adalah ancaman pada eksistensi NKRI dan mengancam kewibawaan pemerintah.
b. Ancaman Berdimensi Politik.
Ancaman berdimensi politik dapat berasal dari luar negeri atau dalam negeri. Dari luar negeri, ancaman berdimensi politik dilakukan suatu negara dengan melaksanakan tekanan politik pada Indonesia. Intimidasi, provokasi, atau blokade politik adalah bentuk ancaman nirmiliter berdimensi politik yang sering kali digunakan oleh pihak-pihak lain untuk menekan negara lain. Ke depan, bentuk ancaman yang berasal dari luar negeri diperkirakan masih berpotensi pada Indonesia, yang memerlukan peran dari fungsi pertahanan nirmiliter untuk menghadapinya. Dari dalam negeri, pertumbuhan instrumen politik mencerminkan kadar pertumbuhan demokrasi suatu negara. Iklim politik yang berkembang secara sehat menggambarkan suksesnya proses demokrasi. Bagi Indonesia, faktor politik menjadi penentu kelanjutan sistem pemerintahan. Dalam sejarah Indonesia, pemerintahan negara sering mengalami pasang surut yang diakibatkan oleh gejolak politik yang sulit dikendalikan. Ancaman yang berdimensi politik yang berasal dari dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan berupa mobilisasi massa untuk menumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah. Ancaman separatisme adalah bentuk ancamanpolitik yang timbul di dalam negeri. Sebagai bentuk ancaman politik, separatisme dapat menempuh pola perjuangan politik tanpa senjata dan perjuangan bersenjata. Pola perjuangan tidak bersenjata sering ditempuh untuk menarik simpati masyarakat internasional. Oleh sebab itu, separatisme sulit dihadapi dengan menggunakan instrumen militer. Sebaliknya, ancaman separatisme dengan bersenjata tidak jarang mengalami kesulitan sebagai akibat dari politisasi; penanganan yang dilakukan pemerintah denganmenggunakan pendekatan operasi militer. Hal ini membuktikan bahwa ancaman berdimensi politik mempunyai tingkat risiko yang besar yang mengancam kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan bangsa.
c. Ancaman Berdimensi Ekonomi.
Ekonomi tidak saja menjadi perangkat stabilitas dalam negeri, tetapi juga adalah salah satu perangkat penentu posisi tawar setiap negara dalam hubungan antarnegara atau pergaulan internasional. Negaranegara dengan kondisi perekonomian yang lemah sering menghadapi kesulitan dalam berhubungan dengan negara lain yang posisi ekonominya lebih kuat. Ekonomi yang kuat biasanya diikuti pula dengan politik dan militer yang kuat. Ancaman berdimensi ekonomi berpotensi menghancurkan pertahanan sebuah negara. Pada dasarnya ancaman berdimensi ekonomi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Dalam konteks Indonesia, ancaman dari internal dapat berupa inflasi dan pengangguran tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, penetapan sistem ekonomi yang belum jelas, ketimpangan distribusi pendapatan dan ekonomi biaya tinggi, sedangkan secara eksternal, dapat berbentuk indikator kinerja ekonomi buruk, daya saing rendah, ketidaksiapan menghadapi era globalisasi, dan tingkat dependensi yang cukup tinggi pada asing.
d. Ancaman Berdimensi Sosial Budaya.
Ancaman yang berdimensi sosial budaya dapat dibedakan atas ancaman dari dalam, dan ancaman dari luar. Ancaman dari dalam disorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan. Isu itu menjadi titik pangkal timbulnya permasalahan, seperti separatisme, terorisme, kekerasan yang melekat- berurat berakar, dan musibah akibat perbuatan manusia. Isu itu lama kelamaan menjadi “kuman penyakit” yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, nasionalisme, dan patriotisme. Watak kekerasan yang melekat dan berurat berakar berkembang, seperti api dalam sekam di kalangan masyarakat yang menjadi pendorong konflik-konflik antarmasyarakat atau konflik vertikal antara pemerintah pusat, dan daerah. Konflik horizontal yang berdimensi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) pada dasarnya timbul akibat watak kekerasan yang sudah melekat. Watak kekerasan itu pula yang mendorong tindakan kejahatan termasuk perusakan lingkungan dan musibah buatan manusia. Faktor-faktor itu berproses secara meluas serta menghasilkan efek domino sehingga dapat melemahkan kualitas bangsa Indonesia.
Pertumbuhan penduduk yang terus berlangsung telah mengakibatkan daya dukung dan kondisi lingkungan hidup yang terus menurun. Bersamaan dengan itu merebaknya wabah penyakit pandemi, seperti flu burung, demam berdarah, HIV/AIDS, dan malaria adalah tantangan serius yang dihadapi di masa datang. Ancaman dari luar timbul bersamaan dengan dinamika yang terjadi dalam format globalisasi dengan penetrasi nilai-nilai budaya dari luar negeri sulit dibendung yang mempengaruhi nilai-nilai di Indonesia. Kemajuan teknologi informasi mengakibatkan dunia menjadi kampung global yang interaksi antar-masyarakat berlangsung dalam waktu yang aktual. Yang terjadi tidak hanya transfer informasi, tetapi juga transformasi dan sublimasi nilai-nilai luar secara serta merta dan sulit dikontrol. Sebagai akibatnya, terjadi benturan peradaban, lambat-laun nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa semakin terdesak oleh nilai-nilai individualisme. Fenomena lain yang juga terjadi adalah konflik berdimensi vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, di samping konflik horizontal yang berdimensi etnoreligius masih menunjukkan potensi yang patut diperhitungkan. Bentuk-bentuk ancaman sosial budaya itu apabila tidak dapat ditangani secara tepat dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
e. Ancaman Berdimensi Teknologi dan Informasi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) pada dasarnya membawa manfaat yang besar untuk umat manusia. Seiring dengan kemajuan Iptek itu berkembang pula kejahatan yang memanfaatkan kemajuan Iptek itu, antara lain kejahatan cyber, dan kejahatan perbankan. Kondisi lain yang berimplikasi menjadi ancaman adalah lambatnya perkembangan kemajuan Iptek di Indonesia, sehingga menyebabkan ketergantungan teknologi pada negara-negara maju semakin tinggi. Kondisi ketergantungan pada negara lain tidak saja menyebabkan Indonesia menjadi pasar produk-produk negara lain, tetapi lebih dari itu, sulit untuk Indonesia untuk mengendalikan ancaman berpotensi teknologi yang dilakukan pihak-pihak tertentu untuk melemahkan Indonesia.
f. Ancaman Berdimensi Keselamatan Umum.
Secara geografis NKRI berada dikawasan rawan bencana,baik musibah alam, keselamatan transportasi, atau bencana kelaparan. Bencana yang dapat terjadi di Indonesia dan adalah ancaman untuk keselamatan umum dapat terjadi murni musibah alam, misalnya gempa bumi, meletusnya gunung berapi, dan tsunami. Bencana yang disebabkan oleh ulah manusia, antara lain tidak terkontrolnya penggunaan obat-obatan dan bahan kimia lain yang dapat meracuni masyarakat, baik secara langsung atau kronis (menahun), misalnya pembuangan limbah industri atau limbah pertambangan lainnya. Sebaliknya, musibah alam yang disebabkan oleh faktor alam yang dipicu oleh ulah manusia, antara lain musibah banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, dan musibah lainnya.
Hak dan Tanggung Jawab Warga Negara.
Para pendiri negara (founding fathers) sangat sadar bahwa membela negara dan mempertahankan negara adalah hak dan kewajiban yang hakiki oleh setiap warga negara yang lalu dituangkan dalam UUD 1945 dalam Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 30 Ayat (1). Implementasi dari hal itu maka Negara Indonesia tidak cukup dipertahankan oleh tentara saja, tetapi perlu sekali mengadakan kerjasama yang seerat-eratnya dengan golongan serta badanbadan di luar tentara.12 Sejarah mengingatkan mengenai perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada saat perang kemerdekaan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat secara spontan dan simultan. Dengan demikian yang wajib mempertahankan dan membela negara Republik Indonesia serta menyelamatkan rakyat dan bangsa Indonesia seluruhnya dari marabahaya itu tidak lain, yang mempunyai hak milik sendiri, yaitu rakyat Indonesia seluruhnya.
Dalam rangka membangun pertahanan negara modern yang mampu menghadapi ancaman yang lebih kompleks diperlukan industri yang handal. Industri itu wajib menghasilkan perangkat utama sistem senjata (alutsista) yang dirancang oleh sumber daya manusia yang profesional dan didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya bikinan yang berasal dari dalam negeri.13 Dalam mempertahankan kedaulatan negara salah satu hal yang wajib diutamakan adalah pembangunan industri pertahanan dalam negeri yang dikelola oleh putra-putra terbaik Indonesia termasuk yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi, sehingga diperlukan kerjasama diantara stakeholders terutama pimpinan TNI, kalangan industri dan Perguruan Tinggi. Sebagai contoh peranan putra terbaik di negara lain telah disampaikan Mayjen TB Simatupang Kepala Staf Angkatan Perang Tahun 1954, seperti misalnya Archimides (257-212 SM) seorang sarjana yang ternama menciptakan senjata baru saat tempat tinggalnya diserang oleh pasukan dari armada Romawi. Berkat temuan itu Sirakusa tempat tinggal Archimides dapat bertahan lebih dari tiga tahun. Leonardo da Vinci dan Galileo dua sarjana lain yang ahli dalam pembuatan jembatan, perangkat penyemprot api, dan meriam sebagai sarana untuk perang. Michelangelo, juga sarjana dan seniman yang ternama dari zaman itu, memperkuat perbentengan kota Florence, Lavoiser, yang meletakkan dasar-dasar untuk ilmu kimia modern, bekerja dalam pembuatan mesiu di Perancis. Descartes adalah seorang prajurit, seorang ahli ilmu pasti dan seorang ahli filsafat yang besar. Prosede Bessemer untuk membuat baja dalam memenuhi kebutuhan pembuatan meriam.
Dalam konteks kekinian contoh itu di atas masih sangat relevan dalam hal kontribusi warga negara dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Undang-Undang R.I. Nomor 3 Tahun 2002 mengenai Pertahanan Negara menyebutkan bahwa Sishanneg adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman, yang dilaksanakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa.
Yang dimaksud secara dini adalah pembangunan pertahanan Negara dilakukan pada masa damai sebagai daya tangkal dan kesiapan menghadapi ancaman dari invasi negara lain. Secara total pengerahan dan penggunaan segenap komponen pertahanan negara yaitu TNI sebagai komponen utama yang didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Secara terpadu berarti pemerintah dalam mewujudkan sistem pertahanan semesta bersifat lintas sektoral dengan melibatkan pemangku kepentingan lainnya. Secara terarah berarti wujud kesemestaan itu wajib disiapkan dengan membuat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur seluruh warga negara, wilayah negara, dan sumber daya nasional serta sarana dan prasarana nasional. Secara berlanjut berarti dilaksanakan sesuai dengan program tahapan pembangunan nasional.
Sistem pertahanan yang bersifat semesta diwujudkan dalam tiga komponen pertahanan yang meliputi: (1) Komponen Utama, yaitu TNI, (2) Komponen Cadangan yang terdiri warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama, (3) Komponen Pendukung yang terdiri warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Dengan demikian tanggung jawab warga negara dalam penyelenggaraan pertahanan negara diwujudkan melalui: (1) Keanggotaan TNI baik secara sukarela sebab menggunakan haknya atau secara wajib memenuhi panggilan negara, (2) Keanggotaan Komponen Cadangan atau Komponen Pendukung dan (3) Pengabdian warga negara sesuai dengan profesi yang disebut dengan Tenaga Profesi Pertahanan Negara.
Strategi Pertahanan Negara
Strategi pertahanan adalah hal yang sangat vital yang menentukan keberhasilan upaya pertahanan negara. Strategi pertahanan tidak statis, tetapi selalu bergerak maju mengikuti perkembangan sifat dan karakteristik perang serta revolusi pada bidang militer secara global. Perang pada Abad XXI mempunyai sifat dan karakteristik yang jauh berbeda dengan perang pada abad sebelumnya. Perang pada Abad XXI adalah perang yang sifatnya semakin kompleks yang melibatkan faktor-faktor nirmiliter dan militer. Penghancuran suatu negara tidak selalu dengan perang fisik dengan iring-iringan konvoi kekuatan militer, tetapi dapat pula dengan melemahkan kekuatan ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Perang yang berbasis nirmiliter lebih mengemuka dibandingkan dengan perang yang berbasis kekuatan militer. Persaingan antarnegara di era globalisasi akan jauh lebih ketat. Setiap negara akan berlomba untuk lebih unggul dan mengembangkan hegemoni atas negara lain. Perang yang berdimensi nirmiliter jauh lebih berbahaya sebab mandala perangnya bersifat maya, tidak kelihatan, tidak bersifat fisik, sehingga tidak mudah untuk dideteksi dan sering kali terlambat untuk diantisipasi. Perang pada Abad XXI mengandalkan keunggulan teknologi persenjataan, profesionalisme prajurit, dan manajemen yang modern. Perang di masa mendatang yang berbasis kekuatan militer akan lebih banyak mempertontonkan kecanggihan persenjataan dengan ketelitian tinggi dan penguasaan ruang untuk melumpuhkan kekuatan strategis suatu negara serta mobilisasi logistik yang sangat tinggi. Perang antarnegara dengan pola “satu-lawan-satu” akan semakin ditinggalkan dan beralih kepada pola kekuatan multinasional atau kekuatan sekutu melawan suatu negara yang kekuatannya lebih kecil. Karena itu, penyusunan strategi pertahanan wajib secara cermat dan cerdas mengikuti perkembangan lingkungan strategis dan revolusi di bidang militer sehingga secara tepat dapat mempersiapkan alokasi sumber daya nasional yang didayagunakan menjadi kekuatan pertahanan. Strategi pertahanan negara berada pada tataran politis, berbeda dengan strategi militer yang berada pada tataran operasional militer. Strategi pertahanan negara berhubungan erat dengan politik pertahanan negara yang memiliki tujuan untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman, baik dari luar atau yang timbul di dalam negeri.
Untuk mewujudkan tujuan pertahanan, strategi pertahanan dirancang dalam kerangka politik Indonesia yang bebas aktif disesuaikan dengan karakteristik geografi, demografi, serta kondisi sosial Indonesia yang berada dalam posisi silang yang menjadi pelintasan dunia. Efektivitas strategi pertahanan ditentukan oleh desain postur pertahanan yang memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan yang saling memperkuat dan saling menyokong.
Dalam kerangka defensif aktif, pertahanan Indonesia yang berefek keluar tidak agresif dan tidak ekspansif sejauh kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan segenap bangsa serta kepentingan nasional tidak terancam. Pertahanan dengan sifat defensif aktif menjadi dasar untuk tidak terikat atau ikut serta dalam suatu pakta pertahanan dengan negara lain.
Politik pertahanan yang defensif aktif itu mendasari pengelolaan pertahanan dengan strategi pertahanan berlapis yang bertumpu pada kemampuan sendiri dari bangsa Indonesia tanpa menggantungkan pertahanan negara pada negara lain. Atas dasar sikap dan pandangan itu, strategi pertahanan berlapis adalah pilihan strategi yang tepat yang memadukan lapis pertahanan militer dan lapis pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan yang saling menyokong dalam menangkal dan menghadapi setiap bentuk ancaman. Lapis pertahanan militer yang berintikan TNI adalah kekuatan utama pertahanan negara serta diperkuat oleh Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung sebagai kekuatan pertahanan negara yang dibangun dan dipersiapkan dalam menangkal dan menghadapi ancaman militer. Lapis pertahanan nirmiliter dibangun dan dipersiapkan dalam menangkal dan menghadapi ancaman nirmiliter. Berdasarkan sifat dan jenis ancaman nirmiliter, susunan lapis pertahanan nirmiliter menggambarkan fungsi-fungsi keamanan publik serta fungsi-fungsi yang merespons akibat bencana, operasi kemanusiaan, fungsi sosial, ekonomi, psikologi, dan teknologi.
Strategi pertahanan berlapis dengan sifat defensif aktif dikembangkan sedemikian rupa guna mencapai fleksibilitas tinggi dalam mencegah dan meniadakan setiap ancaman serta menghindari pendadakan oleh pihak lawan. Strategi pertahanan berlapis pada hakikatnya pertahanan total yang diselenggarakan dengan pusat kekuatan melalui dukungan rakyat dengan memadukan komponen pertahanan militer dan nirmiliter baik dalam penangkalan atau dalam mengatasi ancaman. Konsep pertahanan negara disusun secara fleksibel dan aktif sehingga apabila terdapat usaha atau niat negara lain yang ingin menyerang Indonesia, sistem pertahanan negara mampu mengambil inisiatif untuk melaksanakan langkah-langkah atau tindakan sebelum lawan menyerang Indonesia.
Konsepsi pertahanan negara dengan strategi pertahanan berlapis dikembangkan dalam kerangka untuk menjawab tuntutan kebutuhan pertahanan dalam menghadapi tantangan dan dinamika lingkungan strategis yang berimplikasi pada spektrum ancaman pada eksistensi negara. Kerangka strategis pertahanan berlapis itu disusun dalam tiga kerangka utama strategi pertahanan, yakni penangkalan, menghadapi dan mengatasi ancaman militer, serta menghadapi dan menanggulangi ancaman nirmiliter yang berimplikasi pada eksistensi NKRI serta dalam keikutsertaan bangsa Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia.
Penangkalan
Penangkalan adalah substansi yang paling fundamental dari strategi pertahanan. Strategi pertahanan modern tidak sekadar bagaimana upaya pertahanan negara menghancurkan musuh, tetapi bagaimana menciptakan kondisi yang mempengaruhi calon lawan mengurungkan niatnya untuk menyerang. Upaya penangkalan diarahkan untuk semaksimal mungkin membangun kesan untuk calon lawan bahwa menyerang Indonesia akan berujung pada kegagalan dan kehancuran memalukan.
Sebagai bangsa yang tidak berada dalam suatu sekutu pertahanan dengan negara lain, kemampuan penangkalan Indonesia menjadi tumpuan dalam mempertahankan diri di tengah dinamika lingkungan strategis. Penangkalan Indonesia dibangun dalam strategi pertahanan berlapis yang memadukan lapis pertahanan militer dan lapis pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan. Lapis pertahanan militer mengandalkan kekuatan senjata yakni Alutsista yang andal dengan prajurit yang terampil dan profesional untuk melakukan OMP dan OMSP. Sedangkan lapis pertahanan nirmiliter mengandalkan kemampuan dan usaha pertahanan tidak bersenjata dengan mendayagunakan faktor-faktor ideologi, diplomasi dan politik, ekonomi, psikologi, sosial budaya, dan teknologi.
Penangkalan dibangun untuk mewujudkan kesiapsiagaan segenap kekuatan dan kemampuan yang menampilkan efek penangkalan ke luar dan ke dalam. Efek penangkalan ke luar diarahkan untuk mengembangkan kekuatan dan kemampuan pertahanan yang disegani minimal di tingkat regional, yakni di kawasan Asia Tenggara dan kawasan yang mengitari Indonesia. Penangkalan yang berefek ke dalam adalah membangun kemampuan pertahanan untuk menghasilkan daya penangkal untuk setiap potensi ancaman yang berasal dari dalam negeri sekaligus memberikan efek ganda dalam mendorong percepatan pembangunan nasional mencapai tingkat kemajuan yang cukup tinggi.
Konsep penangkalan yang dibangun dan dikembangkan untuk mencegah setiap bentuk ancaman adalah penangkalan dengan cara penolakan sekaligus penangkalan dengan cara pembalasan.
Penangkalan dengan cara penolakan mengandalkan kekuatan pertahanan militer dengan keunggulan Alutsista yang dimiliki serta dukungan pertahanan nirmiliter yang membuat pihak-pihak yang berniat mengancam Indonesia, baik aktor negara atau aktor bukan negara, merasa gentar dan membatalkan niatnya. Penangkalan secara penolakan diwujudkan ke dalam postur pertahanan militer yang dibangun sampai pada tingkat kekuatan, kemampuan, dan gelar kekuatan yang mampu mengawal dan mengamankan wilayah NKRI dari ancaman militer lawan yang bersifat konvensional. Untuk mewujudkan penangkalan secara penolakan, postur pertahanan militer berbasis kemampuan Alutsista yang modern dengan ukuran kekuatan jauh di atas kemampuan kolektif yang dimiliki oleh negara-negara di sekeliling.
Penangkalan secara penolakan dalam tingkatan tertentu, khususnya menghadapi ancaman agresi, adalah pertahanan berbasis Alutsista yang ideal yang berkonsekuensi memerlukan pengalokasian anggaran pertahanan yang sangat besar. Upaya untuk membangun kekuatan pertahanan dengan standar penolakan akan mengorbankan sektor-sektor pembangunan nasional di luar bidang pertahanan, sehingga model ini sangat sulit diwujudkan tanpa diikuti dengan pertumbuhan dan kesejahteraan yang cukup tinggi.
Penangkalan dengan cara pembalasan adalah konsep penangkalan yang mengandalkan kemampuan balas yang hebat yang timbul dari perlawanan rakyat tanpa mengenal menyerah. Penangkalan dengan pendekatan pembalasan adalah pilihan strategi untuk negara yang tidak mempunyai kekuatan senjata nuklir atau yang tidak mempunyai keunggulan kekuatan militer konvensional.
Konsep penangkalan dengan pendekatan pembalasan sangat efektif untuk menghadapi ancaman agresi atau invasi militer dari negara yang kekuatan militernya lebih kuat. Konsep penangkalan dengan pembalasan dikembangkan untuk mampu menyelenggarakan perang berlarut dengan keunggulan pada perlawanan gerilya yang efektif untuk menguras kekuatan lawan yang unggul teknologi persenjataan sehingga membuatnya frustrasi dan pada akhirnya tidak mampu lagi melanjutkan tindakannya. Indonesia di masa perjuangan merebut kemerdekaan berhasil menggunakan strategi penangkalan dengan pola pembalasan dengan memadukan perlawanan secara bersenjata dan perlawanan tanpa senjata dengan taktik perang gerilya dan pada saat menentukan melaksanakan aksi balas yang dahsyat memaksa penjajah menelan kekalahan.
Untuk mewujudkan penangkalan yang efektif dan andal, pembangunan nasional menjadi kunci keberhasilan yang wajib didorong bersama. Langkah-langkah strategis untuk mewujudkan penangkalan wajib ditempuh dengan cakupan pembangunan SDM berkualitas, sehat, cerdas, dan berdaya saing pengelolaan SDM dan SDB secara tetap dalam suatu manajemen nasional yang sehat, serta pembangunan dan penataan sarana dan prasarana nasional untuk membuka akses secara luas di seluruh wilayah Indonesia.
Strategi penangkalan Indonesia menyinergikan instrumen politik, ekonomi, psikologi, teknologi, dan militer.
Instrumen Politik
Politik adalah salah satu instrumen utama yang menopang suatu bangsa di samping instrumen lainnya seperti ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan militer.
Dalam konteks pertahanan negara, instrumen politik adalah kekuatan nasional yang efektif untuk menyelesaikan bentuk-bentuk konflik. Kekuatan politik terletak pada kemampuan diplomasi untuk memperjuangkan kepentingan nasional, termasuk untuk membangun kepercayaan dalam kerangka mencegah konflik antarnegara. Kemampuan diplomasi bersandar pada kualitas dan integritas pengemban fungsi diplomasi. Di samping itu, kemampuan diplomasi ditentukan oleh reputasi dan kredibilitas pemerintah dalam mengelola pemerintahan negara.
Upaya diplomasi akan efektif apabila didukung oleh instrumen ekonomi dan militer yang memadai dan berkemampuan tinggi sehingga menghasilkan posisi tawar tinggi. Pertahanan militer adalah kekuatan yang efektif untuk memperkuat upaya diplomasi yang dilakukan fungsi pertahanan nirmiliter. Pertahanan militer pada akhirnya menjadi kekuatan negara yang disiapkan untuk dikerahkan guna melaksanakan tahapan lanjutan dari upaya pertahanan apabila diplomasi mengalami jalan buntu.
Pertahanan Indonesia yang diselenggarakan dengan bersandar pada kekuatan sendiri adalah semangat untuk mengandalkan penyelenggaraan pertahanan negara pada kekuatan nasional sebagai modal dasar untuk diberdayakan semaksimal mungkin tanpa menggantungkan diri kepada negara lain. Namun, hal itu tidak berarti menutup kemungkinan bekerja sama dengan negara lain. Meskipun tidak melibatkan diri dalam suatu pakta pertahanan, Indonesia dengan kemampuan diplomasi tetap menggalang komunikasi dengan negara-negara lain yang memberikan efek penangkalan dengan mengembangkan pola jaringan laba-laba yang terintegrasi pada tingkat nasional, regional dan supra regional. Pada tingkat nasional, hal itu dikembangkan dalam wujud jaringan terpadu ketahanan nasional di tingkat pusat dan daerah, di perkotaan dan pedesaan, serta wilayah perbatasan dan daerah terpencil, termasuk pulau-pulau kecil terdepan. Di tingkat regional, hal itu berupa jaringan kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), yakni Masyarakat Ekonomi ASEAN, Masyarakat Budaya ASEAN, serta Masyarakat Keamanan ASEAN, untuk membangun kohesi sesama anggota kawasan yang mampu mereduksi potensi konflik serta bersama-sama mencegah potensi ancaman dari luar kawasan. Di tingkat supraregional, dilakukan pemberdayaan ASEAN plus Enam, Forum Regional ASEAN (ARF), Organisasi Negara-negara Non-Blok, serta PBB untuk mempromosikan konsep-konsep penyelesaian damai sebagai modalitas untuk mencegah konflik serta mewujudkan dunia yang damai.
Instrumen Ekonomi
Ekonomi adalah hal mendasar yang menyangkut kelangsungan hidup suatu bangsa. Instrumen ekonomi mencakupi sumber daya alam, sumber daya buatan, moneter, fiskal, dan perdagangan. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi akan memberikan kontribusi penting untuk stabilitas nasional. Ekonomi yang sehat dan stabil akan memungkinkan pembangunan pertahanan berjalan dengan baik. Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki perlu dikelola dengan baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Masyarakat Indonesia yang sejahtera akan mempunyai kebanggaan untuk menjadi bangsa Indonesia. Tumbuhnya nasionalisme untuk rela berkorban untuk bangsa dan
negara bermula dari kebanggaan menjadi bangsa Indonesia. Dalam strategi pertahanan defensif aktif, sektor ekonomi wajib mengambil peran konkret, melalui pembangunan sektor ekonomi yang sehat sehingga mencapai tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara lain dibangun secara mutualistik, dengan memanfaatkan sektor-sektor ekonomi unggulan yang mempunyai posisi tawar tinggi sehingga dapat digunakan dalam menerapkan strategi defensif aktif. Indonesia wajib dapat bertahan dalam menghadapi tekanan ekonomi negara lain. Dalam kondisi Indonesia dikenai restriksi, embargo, atau sanksi ekonomi dalam skala besar berupa blokade ekonomi, Indonesia wajib dapat mengatasinya dengan kemampuan ekonomi sendiri. Oleh sebab itu aspek ekonomi wajib dibangun pada tingkat yang cukup tinggi untuk menghindari risiko ekonomi yang berimplikasi pada pertahanan.
Dalam konteks defensif aktif, ekonomi wajib menjadi instrumen penekan pada negara lain yang mengancam Indonesia. Sumber daya alam yang menjadi andalan dan menjadi ketergantungan negara-negara industri perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk mempertinggi posisi tawar Indonesia, baik dalam hubungan bilateral atau hubungan yang lebih luas. Dalam era globalisasi, ekonomi dan perdagangan menjadi faktor utama. Dalam hal ini, Indonesia perlu menempatkan diri sebagai pemain, tidak sekedar hanya menjadi pasar dari produk-produk negara lain.
Instrumen Psikologi
Dalam perang modern, aspek psikologis adalah salah satu faktor penting yang dikembangkan dalam menyusun strategi pertahanan. Aspek psikologis sebagai instrumen penangkalan dikembangkan melalui pembangunan nasional untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta menumbuhkan nasionalisme, patriotisme, dan militansi bangsa Indonesia untuk mencintai dan membela NKRI. Untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan percaya diri bangsa sebagai faktor psikologis yang berdimensi penangkalan, pemerintah perlu menghidupkan kembali upaya-upaya untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme dengan menggunakan media massa dan alat-alat komunikasi massa seperti film, tayangan televisi, surat kabar, dan buku-buku pelajaran. Film-film perjuangan dapat menjadi media untuk mengomunikasikan kepada generasi muda mengenai pahit-getirnya usaha untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah dapat memfasilitasi pembuatan film-film dokumenter dan mengikutsertakan pengusaha-pengusaha dalam negeri untuk ikut terlibat dalam pembuatannya dan mempromosikannya kepada masyarakat.
Instrumen Teknologi
Ciri pertahanan modern adalah pertahanan berbasis teknologi sesuai perkembangan dalam bidang militer (Revolution in Military Affairs - RMA). Instrumen teknologi mencakupi dimensi Alutsista, sistem informasi, serta industri yang mendukung pertahanan.
Secara global, revolusi di bidang militer berkembang sangat pesat dan mempengaruhi konsepsi pertahanan di bidang doktrin, strategi pertahanan, serta postur dan kebijakan pertahanan setiap negara. Substansi RMA yang paling menonjol adalah di bidang teknologi. Dalam strategi penangkalan, teknologi memegang peranan penting. Ketergantungan pada negara lain di bidang teknologi akan berakibat pada daya tangkal bangsa. Sebaliknya, kemandirian dalam bidang teknologi, terutama teknologi militer, berefek pada peningkatan daya tangkal bangsa. Dalam rangka mewujudkan penangkalan di bidang teknologi, sektor pertahanan negara mendorong usaha-usaha untuk tumbuh dan berkembangnya industri pertahanan yang kuat dan berdaya saing. Industri pertahanan dikembangkan untuk mampu memproduksi Alutsista dan perangkat peralatan kebutuhan sektor pertahanan secara berkesinambungan. Untuk mewujudkan kemandirian pertahanan di bidang teknologi, khususnya industri pertahanan, kemampuan SDM Indonesia akan disorong dan diberi ruang sebesar- besarnya untuk mengembangkan karya-karyanya.
Instrumen Militer
TNI adalah instrumen utama kekuatan nasional dalam rangka mendukung kepentingan nasional bersama-sama dengan instrumen lainnya. Kekuatan militer digunakan sebagai langkah terakhir apabila cara-cara nirmiliter gagal untuk melindungi kepentingan nasional.
Penggunaan kekuatan militer sebagai jalan terakhir adalah filosofi bahwa perang adalah kelanjutan dari politik dengan cara lain. Upaya diplomasi akan mencapai hasil yang maksimal apabila didukung oleh kekuatan militer. Pada tataran politis, dukungan kekuatan militer pada upaya diplomasi ditentukan oleh kondisi instrumen militer yang dibangun dalam postur pertahanan negara yang kuat dan berdaya tangkal tinggi yang mencakupi prajurit yang profesional, Alutsista yang andal dan sebanyak-banyaknya diproduksi sendiri, manajemen pertahanan yang efektif, serta kepemimpinan militer yang kuat dan disegani. Pada tataran strategis, dukungan militer pada upaya diplomasi diwujudkan dalam pamer kekuatan militer, kesiapsiagaan kekuatan militer yang prima, serta hubungan TNI-rakyat yang harmonis dan bersinergi.
Dalam pola defensif aktif, kekuatan militer wajib dibangun untuk mempunyai kemampuan yang berdaya tangkal memadai sehingga disegani oleh negara lain. Pembangunan kemampuan militer itu dilakukan selain atas dasar pertimbangan kemampuan ekonomi negara, juga analisis risiko kemungkinan ancaman pada NKRI.
Susunan kekuatan pertahanan militer meliputi TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara, didukung oleh Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. Pertahanan militer dikembangkan dalam keterpaduan Tri Matra, yakni matra darat, matra laut dan matra udara, tanpa meninggalkan ciri khas matra, baik dalam operasi gabungan atau operasi khas matra masing- masing.
Penggunaan kekuatan TNI, baik dalam rangka menghadapi ancaman atau dalam hal membantu fungsi pemerintahan di luar fungsi pertahanan, diselenggarakan dalam pola operasi militer.
Dalam menghadapi ancaman militer yang berakibat langsung pada kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, TNI menyelenggarakan operasi militer untuk perang (OMP). Pelaksanaannya melalui keputusan politik yang tertuang dalam pengerahan kekuatan TNI oleh Presiden. Bentuk-bentuk ancaman yang dihadapi dengan pola OMP mencakupi agresi militer dari negara lain atau jenis ancaman militer lainnya yang secara langsung mengancam kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, seperti pelanggaran wilayah dan pemberontakan bersenjata. Sedangkan ancaman militer yang bentuknya bukan agresi militer dan tingkat risikonya diperkirakan tidak berpengaruh langsung pada kedaulatan negara dan keutuhan wilayah dihadapi dengan OMSP. Bentuk-bentuk ancaman militer dimaksud termasuk kegiatan spionase, sabotase, aksi teror bersenjata oleh jaringan terorisme, ancaman keamanan di laut dan udara, penangkapan ikan secara ilegal, dan konflik komunal.
Tugas-tugas perbantuan TNI melalui pelibatan kekuatan TNI dalam fungsi instansi pemerintah di luar fungsi pertahanan, termasuk tugas perdamaian dunia, diselenggarakan dalam pola OMSP. Pelaksanaannya atas permintaan dari pihak yang memerlukan bantuan. Khusus untuk tugas perdamaian dunia, pelibatan kekuatan TNI dilaksanakan atas keputusan politik pemerintah serta berada di bawah mandat PBB, atau atas kesepakatan regional yang bersifat mengikat untuk tugas perdamaian di kawasan.
Mengatasi Ancaman Militer
Lingkungan strategis yang sangat bergerak maju menyebabkan kondisi global dan regional yang tidak menentu. Kondisi ketidakpastian itu juga mengakibatkan hakikat ancaman menjadi semakin kompleks dan sulit diprediksi. Dinamika lingkungan strategis yang tidak menentu itu menuntut pertahanan negara untuk dipersiapkan dalam menghadapi kemungkinan yang berubah secara tiba- tiba sehingga tidak terdadak oleh ancaman yang berkembang cepat.
Menghadapi Ancaman Agresi Dengan kondisi ketidakpastian, prakiraan ancaman dalam beberapa waktu mendatang sulit diprediksi. Atas dasar itu, pertahanan negara wajib dipersiapkan untuk menghadapi kondisi terburuk atau perkembangan yang berlangsung secara tiba-tiba, termasuk untuk menghadapi ancaman agresi atau ancaman militer lain yang bersifat aktual. Strategi pertahanan dalam menghadapi ancaman aktual disesuaikan dengan jenis ancaman dan besarnya risiko yang dihadapi.
Dalam menghadapi ancaman militer yang berbentuk agresi, strategi pertahanan yang dipersiapkan adalah strategi pertahanan berlapis dalam kerangka perang total dengan menempatkan pertahanan militer sebagai inti kekuatan. Hal itu dilaksanakan dengan OMP melalui pengerahan dan pendayagunaan segenap kekuatan nasional yang mengintegrasikan kekuatan bersenjata dan perlawanan rakyat secara terpadu dan saling menyokong.
Perang di masa datang adalah perang yang mengandalkan keunggulan teknologi, kecanggihan Alutsista dengan presisi tinggi, serta penguasaan ruang sebagai medan laga yang jauh lebih efektif. Menghadapi ancaman militer yang berbentuk agresi dalam konteks perang masa datang menuntut penguasaan ruang dan waktu serta pendayagunaan sumber daya nasional secara efektif yang dilandasi oleh persatuan dan kesatuan dengan semangat pantang menyerah untuk membela NKRI. Fungsi pertahanan militer wajib tetap memelihara keutuhan organisasi sehingga perlawanan tetap dapat dikendalikan dan diorganisasikan. Fungsi pertahanan nirmiliter pun wajib mampu memberikan dukungan untuk kelanjutan usaha pertahanan menghadapi ancaman nyata.
Menghadapi Ancaman Militer yang Bukan Agresi
Ancaman militer tidak selalu dihadapi dengan kekuatan pertahanan penuh melalui OMP. Ancaman militer yang bukan agresi mempunyai skala yang lebih terbatas serta aktor-aktor yang tidak selalu wajib dihadapi dengan pengerahan kekuatan secara total. Untuk itu, strategi pertahanan untuk menghadapinya diselenggarakan melalui OMSP dan penerapan pertahanan berlapis yang disesuaikan dengan skala ancaman.
Dalam menghadapi ancaman militer yang bukan agresi, pertahanan yang dimiliki, baik militer atau yang bersifat nirmiliter, wajib dapat memainkan strategi untuk secepat-cepatnya menuntaskannya, sehingga tidak berakibat pada aspek-aspek kehidupan secara meluas. Strategi pertahanan dengan pendekatan militer dan nirmiliter dikembangkan secara efektif untuk menekan risiko sampai sekecil-kecilnya dan memperbesar hasil yang dicapai.
Menghadapi Ancaman Nirmiliter melalui Peran Lintas Lembaga
Menghadapi ancaman nirmiliter yang berimplikasi melemahkan kekuatan bangsa adalah fungsi lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan. Departemen Pertahanan selaku pengemban fungsi pemerintah di bidang pertahanan berfungsi dalam memberikan “koridor” untuk dapat disinkronkan dengan penyelenggaraan pertahanan negara dengan pendekatan pertahanan militer. Sebagaimana ancaman yang berdimensi nirmiliter, pada skala atau eskalasi tertentu ia berimplikasi mengganggu eksistensi dan kepentingan nasional, penanganannya dilakukan melalui pola yang berbeda dengan pendekatan penanganan ancaman militer. Sistem pertahanan negara dalam menghadapi kondisi saat negara menghadapi ancaman aktual berupa ancaman nirmiliter menempatkan lapis pertahanan nirmiliter sebagai unsur utama. Lapis pertahanan nirmiliter yang menjadi unsur utama diperankan oleh departemen/LPND yang fungsinya terkait langsung atau paling dominan dengan ancaman nirmiliter yang dihadapi.
Pertahanan nirmiliter dalam menghadapi ancaman nirmiliter diwujudkan dalam peran dan lingkup fungsi departemen/LPND di luar bidang pertahanan melalui penyelenggaraan pembangunan nasional sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Secara konseptual, penanganan isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan menjadi fokus dari strategi pertahanan nirmiliter. Langkah- langkah strategis ditempuh melalui pendidikan, kesehatan, penegakan hukum, dan keteladanan kepemimpinan yang pelaksanaannya diselaraskan dengan pembangunan di bidang ekonomi dan sektor pembangunan lainnya seperti politik, ideologi, dan militer. Pendidikan tidak sekadar untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi wajib dapat menanamkan hal fundamental, yakni wawasan kebangsaan, rasa cinta tanah air, nasionalisme, dan patriotisme, maka pendidikan wajib dikelola secara profesional dengan orientasi membangun manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing untuk menghadapi tantangan di era globalisasi.
Sektor kesehatan menjalankan fungsi layanan publik untuk mengatasi permasalahan di bidang kesehatan untuk pembentukan masyarakat Indonesia yang berkualitas dengan memberikan porsi yang cukup besar untuk masyarakat yang tingkat ekonominya rendah. Penegakan hukum adalah hal yang vital dalam mengatasi ancaman nirmiliter, melalui pembenahan kinerja aparat penegak hukum serta distribusi keadilan tanpa diskriminasi. Penegakan hukum juga ditekankan pada penanganan penyebaran narkoba dan penyebaran virus HIV/AIDS serta penanganan kasus-kasus kejahatan dengan seadil-adilnya tanpa pandang bulu. Di atas semuanya, kepemimpinan yang diteladankan menjadi kunci untuk terlaksananya strategi mengatasi isu-isu yang berdimensi sosial.
Kepemimpinan yang diteladankan wajib dapat ditegakkan ditingkat nasional (eksekutif, legislatif, dan kekuasaan peradilan), di tingkat partai politik serta organisasi kemasyarakatan, ilmuwan, dan agama. Selanjutnya, kepemimpinan yang diteladankan mendinamisasi penguatan karakter dan identitas bangsa Indonesia dengan mengelola keberagaman masyarakat Indonesia dalam suku bangsa, bahasa, dan budaya sehingga menjadi kekuatan pemersatu bangsa dalam menggerakkan roda pembangunan nasional, sekaligus kekuatan yang mencegah nilai-nilai luar yang merugikan.
Dengan mengingat pada skala tertentu penanganan ancaman nirmiliter memerlukan pertolongan fungsi lain di luar unsur utama yang menanganinya dalam kerangka pertahanan berlapis, lapis pertahanan militer dapat menyokong lapis pertahanan nirmiliter, yang pelaksanaannya dalam wujud pertolongan dan disesuaikan dengan jenis dan sifat ancaman nirmiliter. Keterlibatan fungsi pertahanan militer dalam menghadapi ancaman nirmiliter bersifat tidak langsung dan lebih mengedepankan fungsi penangkalan. Namun, dalam skala tertentu, pertahanan militer dapat terlibat dalam wujud yang lebih konkret atas dasar keputusan politik pemerintah atau atas permintaan dari unsur utama nirmiliter yang membutuhkannya, misalnya dalam mengatasi wabah penyakit yang meluas serta dalam mengatasi akibat musibah alam atau pencarian dan pertolongan (SAR).
Mewujudkan Perdamaian Dunia dan Stabilitas Regional
Pencapaian sasaran pertahanan dalam mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas regional adalah bagian dari misi pertahanan negara yang sepanjang waktu diperjuangkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional yang berada dalam pengaruh global dan regional. Perwujudan perdamaian dunia dan stabilitas regional adalah kepentingan nasional yang wajib diperjuangkan dan ditegakkan. Dalam konteks itu, kerja sama pertahanan akan dikembangkan sebagai salah satu instrumen dalam mewujudkan rasa saling percaya di antara bangsa-bangsa di dunia melalui bidang pertahanan. Sejalan dengan itu, diplomasi pertahanan akan lebih diefektifkan melalui langkah-langkah yang lebih konkret dan bermartabat.
Kerja sama pertahanan dilaksanakan dalam lingkup kerja sama bilateral, regional, dan internasional. Pada lingkup internasional, kerja sama pertahanan diwujudkan melalui keikutsertaan dalam usaha-usaha pertahanan melalui tugas perdamaian dunia di bawah bendera PBB, antara lain, melalui kontingen pemelihara perdamaian dunia atau sebagai peninjau perdamaian dunia di berbagai negara. Untuk menjamin kesiapan pasukan yang akan mengemban misi perdamaian, keberadaan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) TNI adalah sangat vital sehingga perlu diberdayakan secara profesional.
Pada lingkup regional, kerja sama pertahanan diarahkan untuk terwujudnya kawasan regional yang stabil melalui upaya bersama antarnegara di kawasan. Prioritas kerja sama pertahanan adalah dengan negara-negara di Kawasan Asia Tenggara untuk menciptakan kawasan regional yang stabil.
Indonesia juga mengembangkan kerja sama pertahanan secara bilateral dengan negara-negara di luar Kawasan Asia Tenggara yang berbatasan dengan Indonesia serta negara-negara besar yang mempunyai pengaruh penting untuk kawasan, termasuk mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia. Kerja sama pertahanan itu ditujukan selain untuk membangun rasa saling percaya dan dalam rangka perdamaian dunia, juga untuk pembangunan kemampuan pertahanan seperti pengadaan Alutsista, transfer teknologi, dan peningkatan SDM, baik prajurit TNI atau unsur nirmiliter.
Perang Rakyat Semesta
Perang Rakyat Semesta pada hakikatnya perang total seluruh rakyat Indonesia dengan mengerahkan segenap kekuatan dan sumber daya nasional untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari bangsa lain yang mengancam atau menduduki wilayah NKRI. Perang Rakyat Semesta bersifat kerakyatan, kesemestaan, dan kewilayahan.
Kerakyatan diwujudkan melalui keikutsertaan seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan peran, kemampuan, profesi, dan keahliannya sebagai manifestasi hak dan kewajiban setiap warga negara dalam bela negara. Kesemestaan diwujudkan melalui pengerahan seluruh kekuatan dan sumber daya nasional Indonesia untuk dapat dimobilisasi guna kepentingan menghadapi bentuk ancaman, baik dari luar atau dalam negeri. Kewilayahan diwujudkan dalam pendayagunaan seluruh wilayah negara sebagai ruang juang dalam mengembangkan strategi pertahanan guna mencapai tujuan.
Perang Rakyat Semesta diselenggarakan berdasar tatanan unsur kekuatan, perwujudan usaha, dan sarana perjuangan. Tatanan segenap unsur kekuatan diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan terarah di bawah kesatuan komando dan strategi sehingga adalah satu totalitas perjuangan. Perwujudan usaha secara total mencakupi perlawanan bersenjata yang berintikan TNI, didukung oleh perlawanan tidak bersenjata yang berintikan unsur pertahanan nirmiliter dalam kesatuan kesemestaan, untuk menghadapi setiap kekuatan asing yang menyerang dan menduduki sebagian atau seluruh wilayah Indonesia. Sarana perjuangan bangsa bertumpu pada kekuatan rakyat yang dipersenjatai secara fisik dengan kemampuan bela negara tinggi serta secara psikis dengan ideologi Pancasila.
Dipersenjatai secara psikis diwujudkan dalam usaha menanamkan kecintaan kepada tanah air dan NKRI, menumbuhkembangkan kesadaran berbangsa dan bernegara, persatuan dan kesatuan bangsa dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban dalam usaha pembelaan negara, serta melengkapi diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pengejawantahan dari sistem senjata sosial.
Dipersenjatai secara fisik diwujudkan ke dalam pemberian bekal keterampilan fisik, baik melalui wadah prajurit TNI atau sebagai rakyat terlatih yang dipersiapkan untuk menjadi Komponen Cadangan, yang didukung oleh pengetahuan dan keterampilan menggunakan peralatan dan persenjataan militer serta menguasai taktik dan strategi bertempur sebagai pengejawantahan sistem senjata teknologi. Dalam menghadapi Perang Rakyat Semesta dalam bentuk perang berlarut, terdapat lima hal yang wajib dibangun dan dijaga, yakni yang terkait dengan sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem teknologi, dan sistem pertahanan. Sistem politik wajib tetap diarahkan untuk menjaga dan memelihara Pancasila sebagai dasar falsafah seluruh bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta dijadikan sebagai dasar perjuangan. Sistem politik juga menjamin keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan perjuangan sampai perjuangan membuahkan kemenangan. Dalam mewujudkan sistem politik itu, revitalisasi nilai-nilai Pancasila wajib menjadi prioritas utama untuk dilaksanakan secara berlanjut. Sistem ekonomi Indonesia wajib mampu menopang kesinambungan perjuangan dengan membangun struktur ekonomi yang kuat, mandiri, dan berdaya saing serta didukung oleh sistem distribusi yang menjangkau seluruh wilayah Nusantara. Sistem sosial budaya Indonesia wajib memacu kehidupan masyarakat yang kompetitif dan produktif, yang dilandasi oleh nilai dan semangat juang, disiplin tinggi, dan kerja keras untuk mengejar kemajuan sehingga pada gilirannya akan menghadirkan masyarakat Indonesia yang tangguh dan berdaya saing.
Bersamaan dengan sistem yang lain, sistem teknologi dibangun untuk memacu pertumbuhan industri nasional untuk mewujudkan kemandirian dengan menghasilkan produk-produk dalam negeri, baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau kebutuhan pertahanan. Selanjutnya sistem, pertahanan dibangun dan dikembangkan untuk dapat menjaga dan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara serta keutuhan wilayah NKRI. Sistem pertahanan diperankan oleh TNI yang tangguh dan profesional, didukung oleh seluruh rakyat dalam sistem pertahanan semesta yang berdaya tangkal tinggi serta menjamin stabilitas keamanan nasional yang memungkinkan terselenggaranya pembangunan nasional.
Sumber : Rowland B. F. Pasaribu, Gunadarma
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.